Follow Me @aoifideco

@aoifideco

Sabtu, 10 Mei 2014

Danke fur Main Familien, Gott

Guysssssss.. akhir-akhir ini, nggak tahu kenapa aku kok jadi demen banget buat nulis. Hm, mungkin karena banyak yang bilang bagus, terus jadi demen kali ya? Haha! Nggaklah :p kalo masih dikasih kesempatan buat nulis, kenapa nggak?


Well, ceritanya beberapa hari ini aku baru baca The Puzzle of Teenage Life-nya Grace Suryani. Dan, aku pun jadi terinspirasi buat nulis hal-hal yang berkaitan erat dengan kehidupan remaja :) *beberapa hal tersebut telah ku-post-kan di blog ini, dengan label ‘Keep My Purity’*. Nah, di buku itu, C’ Grace menuliskan tentang keluarga bagi remaja. Dan isinya telah menginspirasiku (lagi) untuk menulis tentang keluarga :v hahaha.



Sooo.. buat kalian, keluarga itu apa sih?


Apakah keluarga itu berarti sebuah kumpulan orang yang di dalamnya ada yang kita panggil Papa, Mama, kakak, adik? Ato mungkin ada juga yang kita panggil Opa, Oma, Om, Tante, kakak-adik sepupu?



Ato mungkin keluarga itu cuma sekelompok orang yang “yah, cukup tau aja deh”. Yang kita tahu, mereka ada dalam hidup kita. Mereka nggak peduli sama kita, sibuk sama urusan mereka masing-masing. Hm, ya ya ya tidak tidak bisa jadi bisa jadi!


Ato.. keluarga adalah tempat di mana kita merasa diterima, tempat di mana kita bisa menjadi diri kita sendiri apa adanya?



What do you think, Guys?




“Aku sih, milih yang kedua, Cik! Papaku pergi entah ke manaaa, mamaku cuma sibuk sama kariernya, kakakku udah nggak ada lagi.. padahal, cuma dia yang jadi tempat curhatku di rumah :(“



“Iya, aku sih taunya ada yang namanya Papi, Mami, koko, sama dedek. Tapi kok, mereka kesannya nggak mau nerima aku yang nggak pinter gini ya :(“



Guys, aku nggak tahu apa aja yang jadi pergumulan setiap anak di dalam keluarganya. Tapi yang pengen aku bilang di sini, love your family, whatever they are.



“Yaaaaaa Vinia mah keluarganya fine-fine aja sihhh. Jangan sembarangan ngomong deh! Kan kamu nggak tahu seberapa buruknya keluargaku!”



Ya santai aja, keleus (kali) ._. Aku pernah punya pengalaman buruk dalam keluargaku juga.
Waktu aku masih SD, aku sering mikir, “Emangnya aku bener-bener anak Papa-Mama ya? Kok, aku sering banget dimarahi Mama. Papa kadang juga kerasa jauhhh banget (kerja di luar kota sih, 3 hari dalam seminggu :|).”



Bahkan dulu aku pernah pengeeeennnn banget buat minggat dari rumah -_- Rasanya ogah banget buat tinggal serumah sama keluargaku sendiri. Pengen punya keluarga impian, yang bisa ngewujudin semuaaaaa keinginanku (beberapa tahun kemudian aku baru tahu kalo nggak semua keinginanku itu baik :p).



Jadilah dalam pikiranku aku punya prinsip, “Oke, aku bakal belajar serajin mungkin, biar dapet nilai bagus. Aku bakal jadi anak baik, biar bisa diterima keluargaku sendiri.”



Pada akhirnya aku capek sendiri :p Semua usaha pembuktian jati diriku (eciehh eheh) nggak menghasilkan apa-apa, selain tertanamnya di pikiranku bahwa aku harus jadi creame de la creame (yang terbaik dari yang terbaik). Dan yang paling konyol, nilai-nilaiku justru terkubur di bawah nilai temen-temenku yang jauh lebih bagus -_- lol!



Tapi di titik itulah, aku jadi sadar, bahwa sebodoh-bodohnya diriku, keluargaku nggak ngusir aku. Papa-Mama tetep ngasih makan, kasih bayaran sekolah, tetep perhatiin pendidikanku, tetep ngajak pergi jalan-jalan, tetep mau ke gereja bareng aku...
Dan aku jadi sadar, Tuhan pun juga begitu. Seburuk apapun kita, Tuhan kita tetep mengasihi kita, tetep menganggap kita anak-anak-Nya.



Lho kenapa?? Bukannya aku ini punya kelemahan fisik?? IQ-ku aja di bawah 120! Aku nggak pantes lah buat disayang!




Yesaya 43:4 berkata:



Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau, maka Aku memberikan manusia sebagai gantimu, dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu.”



We’re so precious in His sight! It’s because we’re the masterpiece of God :) Kita patut bersyukur karena Tuhan bukanlah Pencipta yang langsung ‘menghapus’ karya-Nya yang buruk. Karena apa? Karena Dia punya rencana khusus buat karya-Nya itu selama dia hidup di dunia ini.




Kalo ngomongin soal berharga-enggaknya orang, aku pasti (pasti katanya :p) teringat sama salah seorang temanku. Ehm, jadi temenku itu... dia punya kelemahan fisik. Dan buatku dulu, wajarlah kalo dia menuntut Tuhan, “Tuhannn.. aku salah apa sih sama Tuhan?? Kenapa kok, aku dikasih penyakit parah sampai sekarang!?”. Dan wajar aja kalo dia nggak mau pelayanan lagi, nggak mau berelasi sama Tuhan, menutup diri dari pergaulan. Sekolah dan kuliah pun sesuka hati aja lah.



Keluarganya aja kaya’ nggak mau peduli sama dia. Jadi wajar aja dong, kalo dia mau ngapa-ngapain sesuka dia? Mau sekolah ya terserah, mau dolan ya terserah, mau minggat ya terserah.. *cuma bisa kasih pukpuk dan bilang, “sabar ya” :3*



Kalo semua hal di atas itu terjadi karena sebuah kewajaran bagi manusia, berarti yang sebenarnya terjadi bukan termasuk hal yang wajar.



“Nggak wajar gimana??”



Yaaaa karena yang terjadi justru sebaliknya. Dia justru tambah setia melayani Tuhan, jadi pembicara di mana-mana (padahal ya cuma sebatas di lingkungan gereja doang sih :p), hidupnya jadi berkat :) Dan hidupnya jadi inspirasi banyak orang (entah banyak orang ato nggak, tapi yang jelas aku termasuk di dalamnya :p).



“Vinnnn aku ya mau punya hidup yang jadi berkat, kaya’ diaaaa”


Tenang, Guys :) hidup kita bisa jadi berkat di mana pun kok, tergantung Tuhan maunya di mana dan kapan. Tapi ya, kalo menurutku sih.. mulailah jadi berkat di lingkungan terdekatmu. Yap, mulailah dari keluargamu :D



“Haduh Vinnnn.. Emak-Babe aku mana mau dengerin aku ngomonggg?? Mereka cuma nganggep aku anak kemarin sore!”



Lho, jadi berkat kan nggak cuma dari perkataan doang. Kita bisa jadi berkat lewat perbuatan kita :) Yakobus 2:17b berkata,


Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.”



Tapi yaaa.. jangan berbuat baik cuma gara-gara biar diakui keberadaannya aja ya :p hahaha. Tunjukkan perbuatanmu kepada keluargamu, bahwa kamu adalah orang Kristen yang telah diselamatkan dari hukuman kekal :)




Lah caranya gimana?




Banyaaaakkkkk!! FYI, aku cukup bersyukur sama keputusan Mama buat nggak punya pembantu lagi (dulu pernah punya, but she has retired since a few years ago). Kenapa? Karena sejak beliau keluar, Mama justru ‘mendidikku’ untuk jadi ibu rumah tangga yang baik :P eheh. Belajar nyuci piring, nyuci baju, nyapu, ngepel.. Nah, daripada suwung sama galauin co (duh hehe), trus bingung mau ngapain, mending belajar jadi ibu rumah tangga. Nggak bakal nyesel kok :p I’ve proved it. Lol!



Buat yang co, ehm... aku bingung mau nulis apa -_- yaaaa.. Belajarlah untuk bisa mengurusi masalah-masalah yang biasa terjadi di dalam rumah tangga. Dari yang paling besar (masalah pajak) sampai yang paling simpel (ngusir kecoa ato tikus, yang justru jadi masalah *cukup* besar untuk ce ><).



Kalo masih punya dedek yang masih kecil-unyu gitu, ya jagain dia deh. Ajak dia main (main rumah-rumahan kek, robot-robotan kek, apa lah). Btw ya, umurku sama umur adikku yang co (alias yang paling kecil sendiri) aja udah berjarak 9 tahun :v tapi ya kadang aku sama dia main bareng sih. Main game bareng. Hehe.




Dan yang paling pentinggg, belajar mengampuni dan menerima keluarga kita!! Udah, poin itu paling nggak bisa diganggu gugat deh :v kalo dari kita sendiri aja nggak bisa mengampuni dan menerima, ya jangan salahkan mereka kalo kita jadi merasa dikucilkan di rumah .___.



Iya, emang segala sesuatu butuh proses. Tapi yaa, lakukanlah segala sesuatu dengan KASIH :) dan sebagai ungkapan syukur kita kepada Tuhan :D Jangan lelah untuk memulai sesuatu yang baik dan benar. Suatu saat, akan terlihat buah dari perbuatan kita itu :)



Papi JC, terima kasih buat segala proses yang terjadi dalam hidupku.
Papi udah ngajarin aku gimana aku bisa mengasihi, mengampuni, dan menerima keluargaku, apapun keadaan mereka.


Dan terima kasih untuk inspiratorku itu, Papi. Terima kasih untuk dia yang pernah berkata, “Semakin dewasa seseorang, dia akan makin bisa menerima orang lain apa adanya” (on 9.6.13) :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar