Follow Me @aoifideco

@aoifideco

Kamis, 06 Oktober 2016

Ketika Aku Memiliki Suicidal Thoughts

I'm back again! :) Lagi-lagi nongol di waktu yang tak terduga. Hehe. So, here is the story of my essay's competition, yang kemudian membuahkan tulisan ini (fix, aku pengen ngerubah esaiku -.- hahaha).




Beberapa waktu yang lalu, aku mengikuti sebuah lomba esai yang diadakan kampusku—dalam rangka memperingati hari kesehatan mental sedunia. Tema esainya adalah suicidal thoughts—pikiran-pikiran yang bisa berujung pada bunuh diri. Wah, ngeri ya, temanya? ._. Akupun mulai mencoba mencari-cari jurnal maupun artikel yang memuat tentang suicidal thoughts. Tidak disangka, aku menemukan.. *jeng jeng* sebuah judul lagu dari Biggie Smalls—seorang penyanyi rap yang hidup di tahun 1972—1995. Begitu membaca liriknya, aku speechless. “Gilakk, ini beneran lagu? Isinya itu lho, penuh caci-maki,” pikirku waktu itu.

Karena penasaran, aku segera mencari biografi Biggie Smalls. Well, orang bilang kalau lagu adalah ungkapan hati, dan itu pun berlaku di lagu ini. Hidup Biggie Smalls sangat kelam. Dia lahir tanpa figur ayah, menjual narkoba bersama temannya ketika remaja, married by accident, dituduh membunuh rekannya, dan dia meninggal karena tembakan. Bisa jadi karena hidupnya yang demikian, Biggie Smalls menulis Suicidal Thoughts dengan penuh caci-maki—merasa hidupnya tidak berarti dan sebagainya (kalian bisa search di Google. I don’t lie).


--**--


Aku harus jujur, awalnya aku tidak ingin sharing tentang hal ini sebelum pengumuman lomba esai itu diumumkan (nggak berharap menang, sih. Tapi kalo menang, aku akan sangat bersyukur hehe). Tapi entah kenapa, dorongan untuk menuliskannya semakin kuat—apalagi saat aku membaca postingan seorang teman tentang perasaannya bahwa hidupnya tidak berharga. Semakin ditahan, dorongan itu semakin menguat. Akhirnya, keluarlah tulisan ini. Okay, back to the topic.

Sebelum membahas cara menghilangkan suicidal thoughts dari benak kita, kita harus tahu seperti apa suicidal thoughts itu. Beberapa di antaranya adalah pemikiran bahwa:
a. hidup kita tidak berharga
b. kita hanya bisa menyusahkan orang lain
c. kita tidak memiliki kemampuan seperti orang lain
d. tidak ada gunanya kita dilahirkan, dst.

Mungkin kalau pikiran seperti ini muncul sekali-dua kali, kita bisa beranggapan, “Ah, itu wajar. Aku kan, tidak sehebat si A di bidang ini. Aku kan, tidak sepintar si B di bidang itu...”. Tapi bagaimana kalau hidup kita hanya berisi tentang membandingkan diri kita dengan orang lain? Lalu justru berujung ke arah pikiran seperti yang telah disebutkan di atas? Jangan salah, Iblis bisa memakai celah itu untuk menjatuhkan kita!

Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat diterkamnya.
(1 Petrus 5:8)


Saat menuliskan ayat di atas, aku teringat dengan kisah Petrus dan Yudas Iskariot menjelang penyaliban Yesus. Kita tentu ingat saat Petrus menyangkal Yesus sebanyak tiga kali—sesuai perkataan-Nya saat Perjamuan Terakhir (lihat Lukas 22:34, 61—62). Kita tentu juga ingat saat Yudas Iskariot mengkhianati Yesus, dengan menjual-Nya seharga tiga puluh uang perak kepada imam-imam dan tua-tua (lihat Matius 26:14—16, 27:3—5). Persamaannya adalah, mereka adalah murid Yesus yang “membiarkan”-Nya disalibkan. Petrus menyangkal Yesus karena takut ikut dihukum, sedangkan Yudas menyerahkan Yesus setelah dia menciumnya—sebagai kode bagi para pasukan untuk menangkap-Nya.

Tapi yang membedakan adalah ada-tidaknya pertobatan dalam hidup mereka.

Petrus menyadari bahwa dia bersalah setelah dia menyangkal Yesus. Ada penyesalan dalam hati Petrus, bahkan saat Yesus menatapnya setelah dia menyangkal-Nya. Aku berpikir, bahwa Iblis bisa memakai celah itu untuk menjatuhkan Petrus: “Nah, Yesus benar, kan? Kamu akhirnya menyangkali-Nya. Kamu bukan murid yang taat. Kamu pengecut!...”. Memang tidak diceritakan bagaimana pergumulan Petrus setelah Yesus disalibkan. Tapi yang mengejutkan, ketika Yesus bangkit dan menampakkan diri-Nya kepada para murid untuk kesekian kalinya, Dia meminta Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya. Setelah bertanya tiga kali tentang apakah-Petrus-mengasihi-Yesus (sesuai jumlah sangkalan Petrus terhadap Yesus), Yesus memintanya untuk menggembalakan domba-domba-Nya dan mengikuti Dia (Yohanes 21:15—19). Dan Petrus menaati-Nya. Dia pun setia memberitakan Injil Tuhan, sampai akhirnya dia mati disalib terbalik—Petrus merasa tidak layak untuk disalib seperti saat Yesus disalib. Pertobatannya membuahkan hasil yang menakjubkan, salah satunya adalah Injil yang tersebar di mana-mana.

Bagaimana dengan Yudas Iskariot? Kita tahu bahwa setelah melihat Yesus diadili, Yudas merasa bersalah. Dia mengembalikan uang tiga puluh perak itu kepada para imam dan tua-tua—yang kemudian mereka tolak. Merasa tidak sanggup menahan penyesalan dan tekanan hebat dalam dirinya, Yudas memilih untuk gantung diri. Aku cukup yakin bahwa Iblis ada di balik peristiwa gantung diri itu. Seandainya Yudas memilih jalan yang sama dengan Petrus, tentu dia juga akan menjadi rasul yang memberitakan Injil bersama orang-orang percaya lainnya.


Apa hubungannya antara suicidal thoughts dengan dua murid Yesus itu?

Hubungannya adalah pikiran yang memenuhi benak mereka setelah mengalami sebuah peristiwa luar biasa (mengerikan). Suicidal thoughts bisa berkembang seperti yang dialami Yudas Iskariot, atau justru berkurang drastis seperti Petrus. Kuncinya ada pada pertobatan dan cara pikir kita tentang bagaimana-Tuhan-memandang-kita. Ya, seandainya kita memiliki suicidal thoughts, kita perlu mengakui bahwa kita memiliki pemikiran demikian. Kemudian, mintalah pertolongan Tuhan untuk menuntun kita agar kita memiliki pikiran positif. Pikiran positif ini salah satunya dengan cara bersyukur atas hidup kita. Your life is precious, no matter what’s going on. Kasih Tuhan tetap sama, dan bukankah pengurbanan-Nya di kayu salib lebih dari cukup untuk menggambarkan kasih-Nya kepada kita?



Tapi itu nggak cukup! Aku masih sering kepikiran kalo aku ini nggak berharga, jelek, nggak punya kemampuan apa-apa...

Aku harus mengakui bahwa kadang aku berpikir kemampuanku tidak sebanyak orang lain :) Dan pemikiran seperti itu sulit dipatahkan, apalagi aku orang yang perfeksionis. Lagi-lagi, ingatlah bahwa Tuhan menciptakanmu dengan banyak talenta. Bersyukurlah untuk itu, dan terus kembangkan! Kalau ada orang yang bilang bahwa karyamu jelek—atau apapun itu, yang bersifat menjatuhkanmu—ingatlah bahwa di situ kamu harus lebih mengembangkan talentamu. Tidak ada yang instan di dunia ini, termasuk setiap karya yang kita buat.



Gimana kalo dua cara di atas nggak berhasil?

Nikmatilah hidup dengan apa yang kita punya :) ketika kita bisa melihat, mencium bau, mendengar, mencecap rasa, dan merasakan apapun di kulit kita... itu juga kemampuan yang Tuhan berikan untuk kita. Mendengarkan musik yang kita sukai, selalu berpikir “aku bisa melewati ini bersama Tuhan”, membaca buku, berjalan-jalan, menulis, dan sebagainya. Itu bukan hal yang sulit, kan? Bahkan Daud menulis:
Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib;
ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.
(Mazmur 139:16)

*FYI, salah satu perikop favoritku adalah Mazmur 139. Perikop ini selalu mengingatkanku bahwa aku istimewa di hadapan Tuhan, bahkan saat aku berpikir I’m nothing :)*



“It still doesn’t work! Aku masih berpikir gini dan gitu!

Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan di sini selain berkonsultasi kepada orang yang bisa kita percayai. Entah itu pendeta, konselor, psikolog, pembimbing rohani, atau siapapun itu. Dengan bercerita, beban yang kita pikul akan terasa lebih ringan. Aku sudah berulang kali melakukannya—terutama saat aku merasa lelah dan tak berdaya hehe—dan itu berhasil :) jangan lupa, selalu berdoa dan minta perlindungan Tuhan dari kuasa Iblis yang berusaha menjatuhkan kita!



Tetaplah bersukacita, bahkan saat beban hidup terus menerpa hidup kita. Percayalah, beban yang kita pikul tidaklah lebih berat daripada yang bisa kita tanggung :) (1 Korintus 10:13)


NB: kalau kalian merasa punya beban berat, you can share it with me! :) I love listening someone, and let me pray with you... :)



With love,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar