Follow Me @aoifideco

@aoifideco

Sabtu, 02 Juni 2012

A Worth-It Waiting (6)

Woohhh... bab 6-nya kelewatan :O :O



 -__- Dulu Wataru yang aneh. Sekarang Kak Akira.


“Mungkin gara – gara Kyoko sakit, dia jadi kaya’ gitu. Dimaklumi aja, deh, Akane. Dia, kan cuma punya Kyoko sebagai satu – satunya saudara,” itu kata Wataru saat aku cerita tentang Kak Akira yang *sungguh – sungguh* aneh hari ini.

Aku ngerti sih, apa yang dikatakan Wataru. Kalau Kyoko sakit *dan harus dibawa ke Cina*, Kak Akira pasti sendirian. Apalagi, orangtuanya juga menemani Kyoko.

“Maksudku, kenapa AKU yang dijadikan ‘sasaran’ Kak Akira? Kenapa bukan Kana atau yang lainnya?” tanyaku sambil mengambil segelas jus jambu buatan Okaasan.


Wataru mengangkat bahu. Tuh, kan! Dia juga nggak bisa jawab!

“Oya, tadi Akira bilang kalau dia yang akan mengantarmu pulang besok.”



-__- rasanya mau meledak waktu dengar kata – kata Wataru barusan.



“Tapi aku nggak suka sama dia!”

Bagus. Keluar juga kata ke-3 dan ke-4 itu.



Itulah yang membuatku kesal. Mungkin aku *atau memang betul* yang terlalu PD, merasa kalau Kak Akira memang menyukaiku. Tapi seperti yang kubilang, aku nggak suka sama dia. Bukan gara – gara benci, atau sebangsanya.

“Akane,” Wataru mencoba bersabar, “aku ngerti perasaanmu. Tapi sekarang, kamu ambil aja sisi positifnya. Kamu bisa jadi semacam ‘pengganti’ Kyoko di sini. Kamu nggak mau, kan kalau dia jadi bertingkah aneh gara – gara ditinggal Kyoko?”

Aku mengangguk. “Iya. Lama – lama aku jadi kasihan sama Kyoko,” kataku, “dia pasti juga mau cepat – cepat kembali ke sini.”

Wataru menepuk – nepuk bahuku. “Tenang saja. Kalau dia mulai bersikap aneh – aneh padamu, aku akan bicara dengannya. Aku nggak akan membiarkan orang lain menyakiti adikku, kamu tahu kan?”


Memang benar. Punya kakak itu harus disyukuri :’)


-OoO-


“Aku ada rapat OSIS sampai jam 3. Kamu bisa pulang sendiri, kan?” tanya Wataru, saat kami sedang dalam perjalanan ke sekolah.

Aku mengangguk. “Nggak apa – apa, kok. Aku akan pulang bareng Kana. Aku mau mampir ke rumahnya untuk mengambil catatan Biologi,” jawabku.

Wataru tersenyum. “Kalau Akira datang, bilang aja kalau kamu harus buru – buru pulang,” dia menambahkan, lalu memasukkan sepeda motornya ke parkiran sekolah.

“Akane!!” Kana terlihat sumringah saat melihatku *yang sudah ditinggal Wataru*, “kamu kenapa? Tatapanmu aneh banget, deh,” katanya heran.

Aku menggeleng. “Nggak. Aku nggak apa – apa, kok!” kataku cepat, “akan kuceritakan di kelas. Ngomong – ngomong, sekarang Kyoko sudah sampai di Osaka, ya?”

Setelah ngobrol dengan Wataru kemarin, aku mencoba mengirim e-mail ke Kyoko. Kyoko membalasnya pukul 10 malam, 2 jam setelah aku mengiriminya e-mail. Omong – omong, daerah Osaka punya beda waktu terhadap Tokyo nggak ya?

Kana mengangguk. “Sudah. Sejak 2 hari yang lalu, dia tinggal di rumah ouji-nya. Bisa dibilang, sekarang dia harus tinggal di sana. Udara di desa di wilayah Osaka masih segar, bagus untuk Kyoko. Aku ragu kalau Kyoko bisa kembali ke sini,” jawabnya sambil mengajakku ke kelas.

“Jangan bilang gitu, ah :\ Percaya aja, kalau Kyoko bisa kembali ke sini,” kataku sambil tersenyum.

“Jadi,” Kana berkata, “kenapa kamu melihat ke arah pagar sekolah dengan menakutkan? Kamu lagi dikuntit?”


Aku harus mengulang cerita itu? Oh, terserahlah.


“Oh,” dia bergumam setelah mendengar cerita – versi – singkatku, “jadi kamu mengira kalau Kak Akira menyukaimu? Terus kenapa? Itu malah bagus, kan?”



Aduh...

“Masalahnya, Kana... caranya kemarin itu kesannya aneh banget. Dia bilang kalau mau mengantarku pulang hari ini!” kataku setibanya di kelas.

“Wah, ternyata memang ada penggemarnya Akane XD” Kana bercanda sambil menepuk bahuku, “tenang saja. Nanti kita ambil jalan lain. Kalau ada apa – apa, kita teriak aja :D”



Dasar Kana.


-OoO-


“... Jangan lupa. Minggu depan kalian sudah tes kenaikan kelas. Belajar yang baik, dan jangan lupa berdoa. Ora et Studia!” kata Pak Kirishima sambil mengakhiri pelajaran hari ini.


Jadi, sepulang sekolah aku dan Kana pergi ke rumahnya lewat jalan lain. Dan untungnya, sepertinya kelas Kak Akira belum keluar.

“Nah, ini dia Akane :D” Kana mengeluarkan catatan Biologiku dari lemari di kamarnya.

Thank you, Kana~” aku menjawab sambil meringis.

“Mau kuantar pulang?” tanya Kana. Dia jadi protektif, deh.

“Nggak, aku pulang sendiri. Kan cuma berjarak 3 rumah dari sini. Sayonara, Kana :D” aku melambaikan tangan ke arah cewek itu.


Apa?! Jadi Kana itu cewek?!


-__- Memangnya nama ‘Kana’ itu cuma terbatas sama cowok, ya? -intermezo-



Aku melihat ke arah jam dinding rumah Kana. Jam 3 kurang 15 menit. Berarti perjalanan dari sekolah ke rumah Kana lewat jalan itu menghabiskan waktu 20 menit, dan ditambah ‘beristirahat’ di rumah Kana sambil menghabiskan segelas sirup frambozen dan muffin selama 25 menit.


“Akane :D Tumben kamu pulang sendiri. Bukannya kamu akan menunggu Wataru selama dia rapat, ya?” tanya Okaasan yang kebetulan sedang membuang sampah.

“Aku pulang bareng Kana, kok. Hehe~ Otoosan belum pulang ya?” kataku sambil melepas sepatu dan memakai sandal rumah.

“Belum,” Okaasan menggeleng, “dia harus memberikan pengarahan pada karyawan yang akan mengikuti pelatihan selama sebulan di restoran di New York.”


Aku melirik ke kanan dan kiri rumah. Nggak ada tanda – tanda ada orang yang menguntit. Baguslah.

“Kamu kenapa, Akane?” tanya Okaasan setelah masuk ke rumah.

Aku menggeleng. “Nggak, kok. Mungkin aku salah lihat,” jawabku.


-OoO-


Wataru pulang jam 3 lebih 20 menit. Dia langsung memanggilku setelah mengganti seragamnya dengan pakaian rumah.

“Tahu nggak, Akane? Akira tadi menungguimu di depan kelasmu selama 1 jam,” katanya.


Aku melotot ke arahnya. Terus, terus?!

“Aku punya firasat dia bakal ngomong sesuatu sama kamu. Jadi aku mampir ke kelasmu. Ternyata kelasmu sudah kosong, dan ada Akira di sana,” lanjutnya.

Setelah menelan brownies-nya, dia melanjutkan *lagi*, “Aku tanya apa alasannya menungguimu. Dia bilang kalau ada hal penting yang harus disampaikan padamu. Dan dia malah ngotot untuk mencarimu di sekolah sampai ketemu. Tapi, waktu aku bilang kalau kamu sudah pulang, Akira bilang kalau dia akan menunggumu di sekolah besok pagi. Sepertinya itu hal darurat buatnya.”


“Tapi ‘nggak darurat’ buatku. Lagipula, dia ini kenapa, sih? Aku sama sekali nggak ngerti sama jalan pikirannya,” kataku.


Wataru tersenyum kecil. “Akane, mungkin sekarang dia sedang khawatir terhadap Kyoko. Dan kebetulan, dia kenal orang yang punya sifat – sifat yang sama *meski nggak 100% sama* dengan adiknya itu. Mungkin orang yang dimaksudnya itu kamu,” katanya.


Dan, eh... Kurasa hal itu memang darurat buat Kak Akira.



-OoO-


“Tadi Kakak bilang apa?”

Suasana sekolah masih sepi, berhubung ini masih jam 6 lebih 20 menit. Sekolah dimulai jam 7 lebih 15 menit. Baru segelintir guru dan murid yang datang.

“Aku bilang kalau aku punya sesuatu buatmu.”

Kak Akira sedang berusaha untuk menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi padaku. Walaupun sejauh ini dia nggak berhasil, kurasa.


“Aku memang nggak begitu pintar buat merangkai kata – kata. Aku mau ngomong kalau aku, eh... aku suka kamu.”


3 kata terakhir itu ‘berhasil’ memecahkan semua misteri belakangan ini.


“Alasan kenapa aku mau mengantarmu pulang, adalah karena aku nggak mau pengalamanku yang buruk terjadi sama Kyoko. Dulu Kyoko pernah sengaja pulang sendiri gara – gara aku masih ada perlu di sekolah. Nggak tahunya, dia malah pingsan karena dehidrasi. Padahal, rumah kami berjarak 2 kilometer dari sekolah. Untungnya, dia ditolong oleh warga yang kebetulan lewat. Waktu aku pulang, Kyoko cerita padaku. Terus, orangtuaku marah -_-“ Kak Akira memberikan alasan yang (cukup) jelas.

Aku masih nggak ngerti, “Tapi itu kan sudah lama. Mungkin waktu itu dia masih kecil...,” kataku.


“Nggak! Kejadian itu terjadi sebulan setelah dia masuk SMA!”


Kyoko... Dibalik ketegasan, ketegaran, kepintaran, dan kebaikannya, ternyata dia punya fisik yang lemah. Kasihan dia...


“Aku cuma nggak mau kalau kamu dan Wataru harus menderita. Nggak sepertiku.” Kak Akira mengangkat bahu.


Oke, kurasa ini saatnya menanyakan sesuatu pada Kak Akira.

“Apa itu alasan utamanya? Apa nggak ada alasan lain?” tanyaku.


Kak Akira menggeleng. “Nggak. Itu alasan sampingan. Alasan yang sebetulnya adalah aku sadar karena kamu adalah pasangan yang diberikan Tuhan. Mungkin kamu nggak sadar sekarang. Tapi cepat atau lambat, kamu akan tahu. Dari sifatmu, karaktermu, kamu memang sesuai dengan kriteriaku,” jawabnya.



“Makasih, “aku tersenyum, “tapi sekarang aku mau fokus ke keluarga, sekolah, dan pelayanan. Pacaran, kan bisa aja waktu kuliah. Aku mau berteman dengan banyak orang. Hehe~ Kak Akira tahu maksudku, kan?” kataku.


Bukan menolak, sih. Tapi, aku memang mau memikirkan hal – hal di luar pacaran.


Kak Akira tersenyum. “Iya :D Akane betul – betul sudah besar, ya. Nggak cuma dari luar, tapi dari dalam kamu sudah dewasa :)” katanya.


O, makasih pujiannya :D


TENG TENG TENG~~!!


-OoO-


Seminggu kemudian, kami menjalani serangkaian tes. Pangsit ah XD Gampang – gampang susah. Wkwkwk~


“Aku akan bertanya ke Kyoko, kapan dia bisa pulang,” pikirku sepulangnya dari sekolah setelah menjalani tes terakhir.


Kapan pulang, Kyoko-chan?? Aku kangen kamu!! >< - Aoi_Akane

Ring a ring a dosies!! – bunyi SMS

Akane!! >< Aku kangen sekolah!! Enak ya, sudah tes. Kalau jadi, besok aku baru tes. Yang jadi pengawas Pak Kirishima. Beliau akan datang ke rumah Paman *oya, ouji itu artinya ‘Paman*, lho. Aaa~#lompat2 – KyokoMomo


Dia suka sama guru?! Oh, well... Aku di sini malah galau XD


Dilihat dari SMS-nya, sepertinya dia baik – baik saja. Eh, entahlah... Mungkin aku memang KANGEN sama dia.

“Akane!” Wataru memanggilku, “ada telepon dari Kana.”

Ada apa dengan anak ini? pikirku sambil menuju ke ruang makan *di sana ada telepon*

“Akane! Besok Sabtu kita sudah libur, kan? Kita nengok Kyoko, yuk!” ajak Kana *kuharap dia nggak melompat – lompat, seperti Kyoko XD*

Aku tertawa. “Kelihatannya sih, sudah. Hee? Serius? Kamu mau nengok Kyoko? Ayo :D aku akan ajak Wataru ya :D”jawabku.



Dan begitulah. Aku – Kana – Wataru pergi ke Osaka keesokan harinya.                                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar