Follow Me @aoifideco

@aoifideco

Rabu, 20 Juni 2012

A Worth-It Waiting (7)


Bersyukurlah saat orang yang kamu sayangi masih ada di sampingmu.


Begitu sampai di Osaka, ibu Kyoko *langsung* melambaikan tangannya dengan bersemangat, seperti melambaikan koran dagangan.

“Akane! Kana! Selamat datang di Osaka!! :D” sapa Tante Harumi - ibu Kyoko - kepada Kana dan padaku. Kemudian, beliau melihat ke arah Wataru yang masih tersenyum sopan melihatnya.
“Biar kutebak. Kamu pasti kakaknya Akane, kan? Akira sering bercerita padaku tentang dirimu.” Tante Harumi tersenyum riang sambil menyalami Wataru.

Aku meringis. Meringis karena geli melihat tingkah laku Wataru yang kelewat sopan. Meringis karena teringat Akira yang menembakku beberapa waktu yang lalu.

“Oya!” Tante Harumi menepuk tangannya, kemudian berkata, “Kyoko sudah lebih baikan sekarang. Kemarin dia sudah bisa belajar Fisika, karena hari ini dia akan menjalani tes itu. Gurunya baik sekali, mau datang ke sini dari Tokyo...”

Pantas saja Kyoko terdengar riang gembira waktu Pak Kirishima mau ke rumah pamannya.

“Kita ke sana saja. Seharusnya sekarang dia sudah selesai tes.” Dan Tante Harumi mengajak kami semua ke mobilnya.

-*-

“Kyokoo~ Ibu datang dengan teman – temanmu nih!!” Tante Harumi memanggil Kyoko yang *sepertinya* belum keluar dari kamarnya.

Lalu ada suara menyahut, “Iyaa bu~ aku akan keluar~” kemudian muncullah orang yang sudah menghilang selama sebulan ini. Kyoko!

“Kyokooo~” aku langsung berteriak senang, Kana memeluk Kyoko, dan Kyoko-pun tertawa.
“Ya ampunn~ sambutannya meriah sekali :D” katanya sambil terus tertawa.

Beginilah resiko ditinggal sahabat tercinta *dasar lebay*. Hahaha...

“Kapan kamu kembali ke Tokyo, Kyoko? Kami kangen~” kataku sambil meringis geli.
Kyoko tersenyum. “Karena kondisiku yang sudah membaik, dokter bilang kalau aku bisa kembali ke Tokyo minggu depan J“ dia menjawab sambil mengajak kami duduk di ruang tamu.

Tante Harumi membawa baki yang berisi jus jeruk dan sekaleng biskuit. Beliau berkata, “Kyoko hampir stres karena dia nggak bisa berbuat apa – apa di sini. Seharian dia hanya bisa bermain komputer, tidur, dan melakukan kegiatan sehari – hari. Dia nggak bisa pergi ke mal karena di sini nggak ada mal. Paling dia hanya pergi ke pantai, dan itu sangat membantunya untuk bisa betah tinggal di sini.”

Kyoko tersenyum. “Aku nggak sampai seperti itu, Bu. Paling asyik sih, kalau aku bisa pergi ke toko roti di dekat pantai. Menikmati laut dari kejauhan itu keren banget!” katanya.

Wataru melihat ke sekeliling rumah.
“Akira ada di sini, Tante?” tanyanya.

Tante Harumi menggeleng. “Dia nggak bisa ke sini hari ini. Tadi dia bilang kalau ada temannya yang berkunjung ke rumah,” jawabnya.

“Omong – omong, paman-mu ada di mana, Kyoko?” tanya Kana.
Kyoko mengangkat bahu. “Oh, beliau sedang ada keperluan di Nagano. Sepertinya ada masalah dengan restoran miliknya. Benar kan, Bu?” jawabnya.
“Sepertinya begitu,” Tante Harumi mengangguk – angguk.

“Oya! Karena kalian sudah jauh – jauh ke sini, ayo kita ke pantai! ^^” ajak Kyoko bersemangat.

-*-

“Ini asyik sekali, lho Kak! Ayo, bersenang – senanglah sedikit :D” kata Kana pada Wataru yang sedang tersenyum melihat tingkah kami.

“Nggak mau. Aku masih harus membuat land scape alam di sini. Sebentar, di mana ya, kameraku?” Wataru sibuk mencari kameranya.
“Mungkin ada di dalam tasku. Bukannya Kak Wataru tadi menitipkannya padaku?” jawabku sambil menikmati kakiku yang digelitik oleh air laut.

Matahari mulai memasuki batas cakrawala. Sinarnya yang berwarna jingga kekuning – kuningan membuat setiap orang yang melihatnya terpesona. Khususnya Wataru. Dari kecil, dia sangat suka dengan pemandangan alam. Makanya, dia bercita – cita menjadi fotografer.

“Sayang Kak Akira nggak ada di sini. Pasti akan sangat seru kalau dia juga melihatnya,” Kyoko berkata sambil memungut 3 kerang yang ada di sebelahnya.

Kana berkata, “Sudah jam 5 sore. Kapan kita akan pulang?”
Aku melihat jam tanganku yang berada di dalam tas. “Sebentar lagi kita akan pulang.”

Kyoko mengajak kami untuk kembali ke rumah pamannya, yaa~ hanya untuk membersihkan diri. Kemudian, dia dan Tante Harumi mengajak kami untuk makan malam sebelum kami akan ke bandara.

-*-

“Ayahmu di mana, Kyoko?” tanyaku, saat kami tiba di rumah makan di dekat bandara.

Kyoko sedang sibuk memandangi tepi pantai di sepanjang jalan, karena itu Tante Harumi yang menjawab, “Dia sedang berada di Tokyo, menemani Akira.”

Rumah makan itu mempunyai banyak sajian sea food *itu jelas, karena di sekitar sini ada pantai*. Tapi ada juga sajian western food dan sajian dari Jepang sendiri. Eh... kurasa ada juga sajian dari Timur Tengah, karena barusan aku melihat ada orang yang membawa kebab.

“Rumah makan ini punya pelayanan yang bagus sekali. Kita hanya butuh 5 menit untuk menunggu menu yang kita pesan. Kyoko dan aku sering ke sini bersama dengan ayahnya, sewaktu dia harus tinggal sementara di sini,” cerita Tante Harumi.
Dan yak! Tanpa terdengar seperti kaset, aku ingin bilang bahwa beliau benar. Sushi dan blue ocean-ku, donburi dan ocha Wataru, lasagna dan milk tea Kana, nasi goreng dan pinky drink Kyoko, serta bubur ayam Tante Harumi telah disajikan oleh si pelayan *yang tadi juga  mencatat pesanan kami*. 5 menit setelah kami memesan. Keren!
Bukan hanya cepat, tapi rasa makanannya enak~ :9 *membuat orang lain untuk ingin makan itu enak  XD#plak*

“Jam 06.30! 30 menit lagi pesawatnya datang!” aku berseru kepada Kana dan Wataru.

Tante Harumi segera membayar pesanan kami, kemudian mengajak kami untuk bergegas ke bandara.

-*-

Pesawat yang kami tumpangi meninggalkan bandara. Aku melirik jam tanganku. Sudah jam 7 lebih 15 menit. Seharusnya 30 menit lagi kami tiba di Tokyo.

Aku melihat ke arah Kana yang tidur di sebelah kananku. Dia tidur dengan pulas. Kurasa dia sangat senang karena bisa menghabiskan waktu dengan 2 sahabatnya di pantai tadi. Kemudian aku melihat ke kiri. Wataru membaca sebuah majalah yang ia beli sebelum kami menaiki pesawat ini.

“Kak,” aku memanggil Wataru. Dan dia-pun menoleh.
“Bagaimana kalau minggu depan Kyoko tidak kembali?” tanyaku cemas, “aku takut kalau kondisinya tiba – tiba memburuk...”

Wataru tersenyum kecil. “Kamu juga menyadarinya, ya?” katanya.
“Apa?”
“Kondisi Kyoko... Walaupun terlihat sehat, tapi sepertinya dia memaksakan diri untuk terlihat ceria. Apa penyakitnya memang separah itu?”

Aku mengangkat bahu. “Entahlah. Tapi apa yang Kakak katakan memang benar,” aku memelankan suara saat Kana beringsut sedikit, “sepertinya Kyoko memang memaksakan diri.”
“Makanya kamu cemas, ya kan?” Wataru melihat ke arah Kana yang masih tertidur.

Aku mengangguk. Entah kenapa, aku merasa bahwa Kyoko akan sulit untuk bisa kembali ke Tokyo.

Dan yah... Apa yang kupikirkan itu selalu menghantuiku mulai sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar