Follow Me @aoifideco

@aoifideco

Sabtu, 02 Juni 2012

A Worth-It Waiting (5)

Satu bulan setelah Wataru hilang, tiba – tiba Kak Akira datang ke rumah. Dia datang bersama Kyoko sepulang sekolah. Oya, waktu itu aku belum akrab dengan Kyoko. Asal tahu saja, ya. Kyoko adalah anak pengusaha tekstil yang sangat terkenal di Jepang. Selain kaya, dia juga keren, bisa dijadikan teladan deh. Dia memang terkenal ramah di sekolah. Walau begitu, aku agak menjaga jarak terhadapnya. Nggak tahu kenapa bisa begitu...

“Akane!”


Aku *yang sedang membaca novel* langsung berjalan menuju ke pintu, dan melihat cowok yang sudah akrab dengan Wataru. Dia membawa seorang cewek yang *menurutku sih* agak lemah. Lemah fisik, kurasa.

“Kenapa Kak Akira ke sini?” tanyaku heran. Wataru minggat dari rumah sebulan lalu. Terus?

“Aku, eh... Aku cuma mau memastikan kamu baik – baik saja J Hehe... Oya. Kenalin! Ini adikku, namanya Kyoko. Kyoko, ini Akane, adik sahabatku,” Kak Akira menjawab pertanyaanku *dan* mengajak Kyoko untuk berkenalan denganku.

“Haii :D Aku Kyoko ^^ Salam kenal ya~” Kyoko menyalami tanganku *dan aku melongo melihatnya*.


Cewek ini keren banget. Pantas banyak orang yang suka sama dia, pikirku.


“Eh, iya. Salam kenal juga, ya J kataku sambil tersenyum.

“Orangtuamu ada, Akane? Aku mau ngomong sama mereka,” kata Kak Akira sambil melongok ke sekitar rumah.

“Oh. Yang ada cuma Otoosan. Okaasan sedang pergi, mengurus rumah makannya,” jawabku. Sekilas kulihat wajah Kak Akira jadi merah. Eh?


“Akane, siapa yang ada di depan rumah kita?”
Otoosan keluar dan menuju ke depan pintu. Wajahnya yang datar kemudian jadi ramah.



“Wah, Akira ya...lalu Otoosan mengajak Kak Akira berbicara dengannya di teras rumah. Sementara itu, aku mengajak Kyoko ke taman di perumahan.


“Akane,” dia memanggilku, “ini keren banget >u< di dekat rumahku nggak ada taman kaya’ beginian. Di sana yang ada cuma bangunan dan asap kendaraan bermotor :\”


Aku mengangkat bahu. “Yaa... Semuanya kelihatan indah, sebelum kejadian itu,” kataku.


Lalu aku tersadar. Aku nggak boleh membocorkan ‘aib’ keluargaku.


“Maksudmu, Kak Wataru yang minggat dari rumah?” tanya Kyoko sambil duduk di rerumputan di sekitar kami.



Aku tercengang. Kok, dia bisa tahu?


“Aku tahu dari Kak Akira. Hehehe~” dia meringis.


Oh. Teka – teki langsung terjawab. Hebat.



“Kak Akira bilang, dia menghilang sebulan yang lalu. Terus, dia juga bilang kalau kita harus berdoa, biar Kak Wataru cepat ketemu,” tambah Kyoko sambil tersenyum.



Wah, anak ini religius juga ya :\





“Iya, aku ngerti. Tapi, aku nggak mau Kak Wataru kembali, kalau dia masih ngomong kasar,” kataku sambil *ikut* duduk di sebelah Kyoko.



Kyoko menoleh kaget.





“Akane, jangan ngomong gitu, ah! Aku percaya kalau dia pasti berubah. Kamu juga harus percaya -3- Ingat, doa punya kuasa yang besar,” kata Kyoko sambil menepuk – nepuk punggung tanganku.




Dia memang pantas jadi teladan.




“Trims, Kyoko. Aku akan berdoa untuknya. Malam ini, sampai dia ketemu,” kataku sambil tersenyum.


-OoO-




Tahu, nggak? Sejak saat itu, aku jadi rajin melakukan disiplin rohani *saat teduh, bible reading, ikut persekutuan, dan bersaksi*. Dan... Karena Kyoko juga, aku bisa jadi salah satu pengurus di Youth di gereja. Bisa dibilang, Kyoko adalah kakak rohaniku. (eh, nggak nyambung XD)



“Akane,” Michiru – salah satu pengurus kelas – memanggilku. Dia terlihat buru – buru, jadi aku segera menghampirinya.


“Kenapa, Michiru?” aku bertanya, sambil berpikir apa yang akan dikatakannya.


“Ada kakaknya Kyoko. Dia mau ketemu sama Kana dan kamu,” jawab Michiru sambil berjalan keluar dari kelas.



Kak Akira terlihat panik saat melihat kami berdua keluar dari kelas. O-oh. Apa operasinya...




“Sukses,” Kak Akira tersenyum lemah pada kami.



“Eh? Jadi, Kyoko bakal pindah ke Osaka?” Kana terlihat syok *dan senang* saat mendengar bahwa operasinya Kyoko sukses.



Kak Akira mengangguk. “Iya, dia akan dipindah ke sana. Ke desa yang belum terlalu dimasuki banyak kendaraan. Soalnya, pneumonia-nya berawal dari asap – asap yang berasal dari asap kendaraan, pabrik, dan rokok di sekitarnya,” dia menjawab sambil menatap kosong.



“Ini semua salahku. Kalau aku nggak ngotot untuk tetap tinggal di sini, mungkin Kyoko nggak bakal kena pneumonia. Dan dia juga nggak perlu operasi ><” Kak Akira kelihatan sedih sekali, “kalau begini, lebih baik aku saja yang kena penyakit itu. Kyoko, kan punya badan yang lemah. Kasihan dia, kan? Apa Tuhan nggak ngerti sama keadaannya Kyoko?”




Aku memang tahu dari Wataru kondisi psikis Kak Akira jadi menurun drastis karena Kyoko. Tapi aku nggak menyangka kalau jadinya kaya’ gini.




“Kak,” aku berusaha untuk nggak menangis *walaupun Kana kelihatannya mau* “ini semua bukan kesalahan Kakak semua, kok. Pasti di balik semua ini, Tuhan sedang membuat sebuah rencana yang indah buat Kyoko, dan buat Kakak juga,” aku menjelaskan dengan singkat, berharap supaya Kak Akira mengerti.







Kak Akira menatap dalam mataku. Dan dia bilang,



“Kamu mirip Kyoko, Akane. Dari sikapmu, cara berpikirmu, dan sebagainya. Kamu benar, Akane. Tuhan punya rencana terbaik buat Kyoko, dan buatku juga :’)” Kak Akira tersenyum, lalu ngomong lagi, “mana Kana?”




Aku menoleh ke sana kemari. Kana hilang. Bagus.



“Dia pasti sudah pulang duluan. Aku pulang dulu, ya, Kak J” aku berkata sambil menjauhi Kak Akira. Tapi senangnya *bohong*, dia memegang tanganku.



“Nggak usah. Aku akan antar kamu sampai di pintu gerbang. Kamu pulang sama Wataru, kan?” tanya Kak Akira.


-__- ini orang kenapa, sih?


"Oke, terserah Kakak saja :\" jawabku sambil mengangkat bahu.

ampun, deh. rasanya mau meledak kalau ada Kana saat ini.

-OoO-


"Akane? Kamu kenapa? Kok, bengong dari tadi?"

Wataru melihatku dengan tatapan cemas. Aku pasti bengong sejak ditinggal sama Kak Akira.

"Eh, nggak. Nothing. Aku cuma heran saja sama sikapnya Kak Akira," aku menjawab sambil berjalan di trotoar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar