Follow Me @aoifideco

@aoifideco

Selasa, 15 Juli 2014

Kenapa Kamu Pacaran...?

Nge-share dari anggota Komisi Pemuda nih, Guys :D wakakakakaaa~ thanks, Kobob :v

Nah lho…gimana ya kalo pertanyaan ini (baca judulnya ('o')9 ) ditujukan langsung ke kita? :v Gugup, bingung, atau bisa menjawab dengan yakin? :) Ada banyak jenis jawaban yang muncul nih…beberapa diantaranya:


1. Karena teman-teman lain juga udah pacaran.

2. Pengen bahagia.

3. Pengen seneng-seneng sama orang yang aku sayangi.

4. Pengen memuliakan Tuhan (jawaban yg lebih rohani.. :p).

5. Pengen menikah… (iya dong, kalo ga pengen, kenapa pacaran?)


Yah, itu jawaban-jawaban yang muncul di sekitar kita. Kalau boleh ditelisik lagi, jawaban-jawaban itu tidak memuaskan, dan beberapa diantaranya adalah jawaban salah. Kita sulit menemukan jawaban inti dari sebuah pertanyaan sederhana, “Mengapa kamu pacaran?”. Bahkan, jawaban no.5 pun sebenarnya tidak menjawab inti pertanyaan. Kalau sudah menikah, terus “Mengapa kamu mau menikah?”




Terus gimana dong? Apa jawabannya? Sebelum kita tahu jawabannya, kita akan bahas beberapa hal nih…Gary Thomas (pengarang buku “The Sacred Search”) pernah berkata di dalam salah satu bukunya,


"Jika kamu ingin lebih bebas melayani Kristus, melajang adalah pilihan yang baik…"


Kenapa aku kasih titik-titik? Ada lanjutannya, tapi nanti ya.. :p



Pacaran atau tidak, menikah atau melajang, itu adalah pilihan hidup seseorang. Kita percaya bahwa Allah menciptakan kita dengan satu tujuan yang unik. Dalam bahasa sederhana, “Kita diciptakan untuk memuliakan Tuhan.” Bagaimana caranya? Masing-masing orang mempunyai tugas berbeda. Bayangkan seorang dokter lintas negara yang melayani di daerah perang, apakah ia akan efektif jika menikah? Atau para peneliti alam yang selalu keluar masuk hutan dan tidak kembali ke rumah bertahun-tahun? Atau para misionaris yang harus hidup nomade dari satu negara ke negara lain? Nah, jika kita ingin lebih bebas melayani Kristus, maka melajang adalah pilihan yang baik.



Aku akan membahas sedikit tentang pernikahan. Walaupun rasanya masih jauh dari umur kamu-kamu yang masih remaja, tetapi kamu perlu memikirkannya secara matang. Apalagi biasanya kita melalui tahap pacaran dahulu sebelum menikah, untuk mengenal secara mendalam pasangan kita.


Pernikahan (yang sebelumnya didahului dengan pacaran) adalah tahapan hidup yang rumit. Mengapa? Yuk kita lihat satu persatu. (Alasan-alasan ini akan sangat dirasakan nyata dalam pernikahan. Tetapi kita tahu, bahwa pacaran adalah masa pra-pernikahan)


1. Terlalu banyak agenda

Terlalu banyak agenda yang harus kita buat. Waktu-waktu kita semakin berkurang. Melayani Tuhan di gereja 3x seminggu?? Merawat bayi saja sudah rumit… Belum lagi waktu dengan keluarga, istri / suami, mengajak mereka liburan, sabtu-minggu tidak bisa diganggu gugat, dan seabrek alasan lainnya. Ya, pernikahan memiliki banyak agenda sehingga waktu kita untuk melayani Tuhan secara efektif biasanya lebih terbatas dibandingkan dengan yang tidak menikah. “Tapi kan melayani Tuhan tidak harus di dalam gereja…” benar, tetapi bagaimana dengan keefektifannya? Fokusnya? Padahal gereja juga membutuhkan peran para pasangan yang sudah menikah.


2. Sudah terlalu saling kenal

Seorang pria yang melayani Tuhan dengan berkhotbah di berbagai gereja selalu menarik banyak orang. Jemaat terkesan dengan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya. Hanya 1 orang yang bisa saja tidak terkesan, siapa? Istrinya. “Halah…kamu berkhotbah tentang doa, diajak berdoa sama anakmu saja malas!” atau “Menyuruh orang menghormati papa-mamanya? Kamu aja disuruh jenguk papa mamaku nggak mau!”

Lihat? Itu kenyataan yang terjadi. Nantinya, pribadi yang paling tahu kejelekan hidup kita adalah pasangan kita. Lalu, apakah mudah mencintai jika kita semakin tahu pasangan kita? Sulit rasanya.

Dengan keadaan seperti itu, kita tidak akan tertarik lagi dan peduli terhadap kehidupanya, apalagi kerohaniannya.


3. Sejarah dosa dan masa lalu

Kita akan menikah dengan orang yang tidak sempurna. Ingat baik-baik hal itu.

Pasangan kita memiliki dosa dan kelemahan yang berbeda, bahkan dididik dalam keluarga yang berbeda. Kita dan pasangan kita memiliki pola pikir dan nilai yang berbeda. Semua berbeda. Semua itu akan mempengaruhi proses hubungan. Tidak ada orang yang dapat terluka dan melukai lebih dalam daripada pasangan kita. Itulah sebabnya liturgi harian sepasang suami-istri adalah “Saya telah berdosa kepadamu, saya menyesal. Maafkan saya.” Dan kalimat itu akan terulang terus setiap hari.

Jadi, bagaimana cara menyatukan dua orang pendosa yang sedemikian rusak namun dekat, menjadi menjadi mitra dan pasangan rohani?


4. Masalah-masalah yang belum terselesaikan

Dua orang yang memiliki latar belakang dan pribadi yang berbeda tidak dapat hidup bersama tanpa menimbulkan berbagai pertentangan. Hal ini pula yang terjadi ketika kita melalui tahap pacaran. Wong yang baru pacaran aja udah banyak pertentangan, apalagi besok kalau sudah serumah???

Rasanya kita ingin menyelesaikan semua masalah terlebih dahulu, baru kita mulai perjalanan rohani bersama. Sayangnya perjalanan rohani bersama baru akan jalan ketika ada masalah.


5. Takut pada keintiman

Kita tidak mau terlalu dekat dengan pasangan, karena semakin dekat, ia akan semakin tahu tentang siapa diri kita. Pasangan akan dengan sangat mudah menjatuhkan dan mengorek-ngorek luka-luka kita di masa lalu.


6. Struktur yang rumit

Di saat nanti kita akan menikah, kita harus berbagi peran. Hal ini tidak mudah. Setiap rumah tangga seperti gelanggang politik: Suami memerintah, istri memberontak, dan anak-anak terperangkap di tengah-tengah, atau justru ikut memberontak.



Menikah dapat menjadi malapetaka bagi kehidupan rohani kita, bahkan ada yang sudah merasakannya ketika berpacaran. Banyak orang merasa bahwa persahabatan mereka dan pasangan mereka berjalan lebih baik sebelum mereka menikah.


Wah, mengerikan sekali… Apakah itu berarti pernikahan tidak hal positifnya sama sekali? Jawabnya: Ada. Yang mana? Keenam-enamnya bisa berubah menjadi hal positif jika kita tahu mengapa kita pacaran, dan kemudian menikah. Jawabnya adalah: Latihan menjadi murid Kristus. Latihan rohani.

1. Pernikahan yang memiliki banyak agenda justru semakin baik karena Tuhan ingin kita memiliki kerohanian yang baik dan melayani Dia dalam berbagai agenda yang ada. Merawat bayi, memasak, membersihkan rumah, liburan, dll.

2. Sahabat rohani adalah seseorang yang kita izinkan melihat bagian kehidupan kita apa adanya. Pengenalan yang mendalam membuat kita membentuk kerohanian yang murni.

3. Seringkali tidak ada orang yang dapat mengatakan kebenaran dengan lebih tepat, lebih menolong, atau lebih penuh kasih selain pasangan kita. Melalui pasangan, Tuhan menyingkapkan jubah pertahanan diri kita dan mengenakan kepada kita jubah pengampunan. Inilah dasar keintiman sejati.

4. Pacaran dan pernikahan adalah persahabatan rohani. Disana kita akan bersama-sama mengatasi masalah, doa-doa yang tidak terjawab, misteri penderitaan.



Bagaimana? Masih tetap mau melanjutkan hubungan dengan pacar, dan kemudian memutuskan untuk menikah? :) Aku lanjutkan pernyataan Gary Thomas,



"Jika kamu ingin lebih bebas melayani Kristus, melajang adalah pilihan yang baik… Tetapi jika kamu ingin serupa Kristus dengan efektif, menikahlah.




Apa maksudnya? Apakah kalau tidak menikah, berarti kehidupan kerohanian tidak terlatih? Bukan begitu… :) Maksudnya seperti ini: Kita tahu bahwa Tuhan ingin kita terus bertumbuh semakin serupa dengan Kristus. Caranya adalah dengan melalui latihan-latihan rohani. Ada perbedaan antara latihan rohani para lajang dan para pria/wanita yang menikah. Bagi mereka yang menikah, mereka tidak latihan sendiri, tetapi bersama pasangan. Di dalam pernikahan, mereka akan belajar secara nyata dan efektif tentang pengampunan, penghormatan, mengasihi, perhatian, dan hal-hal lain yang jarang atau bahkan tidak ditemukan ketika hidup melajang.

Kebahagiaan bukanlah tujuan pacaran dan pernikahan. Satu-satunya sumber kebahagiaan kita adalah Tuhan. Jadi, jelas tidak mungkin pasangan kita disuruh menggantikan peran Tuhan. Kebahagiaan adalah bonus atau hadiah karena kita mengerti untuk apa kita pacaran dan menikah.



Banyak orang menganggap pacaran dan pernikahan adalah seperti membeli mobil baru. Kita menyayangi mobil itu, membersihkan tiap hari, merawat, dan sangat bergembira. Tapi bulan demi bulan berlalu, tahun demi tahun berlalu, sikap itu tidak ditemukan lagi. Jika mobil lecet, maka reaksi mereka adalah biasa saja. Apa artinya? Ketika awal-awal pacaran kita selalu menganggap pasangan kita istimewa, tanpa cacat cela, cantik / ganteng sempurna. Tetapi setelah melewati waktu bersama, kita mulai melihat kebusukan-kebusukan pasangan dan perasaan yang dulu muncul, kini tak ada lagi. Kita sudah terbiasa dengan luka-luka dan sakit hati yang menghampiri. Apa yang terjadi? Tinggal tunggu waktu, maka cinta akan pudar, bahkan niatan untuk mengasihi pun tidak ada lagi. Semua hancur, sia-sia, dan diakhiri dengan penyesalan seumur hidup.


Anggaplah pacaran dan pernikahan adalah seperti membeli mobil bekas. Ada penyok, kerusakan disana-sini. Ketika kita berhasil membetulkan satu bagian yang rusak dan bisa berfungsi lagi, bukankah kita bahagia? Temukan lagi yang rusak dan betulkan. Mobil itu memang tidak sempurna seperti mobil baru. Tetapi ada kepuasan karena kita telah membetulkannya bersama-sama. Pacaran dan pernikahan adalah kesatuan dua orang pendosa, pendosa yang sama buruk dan kotornya. Tugas dua orang ini adalah membersihkan dan membetulkan satu sama lain. Itulah cinta dalam pacaran, dan juga cinta dalam pernikahan.



Mengapa aku pacaran? Mengapa aku mau menikah? Jawabnya adalah: Karena aku ingin mengalami latihan rohani yang paling mengubahkan hidupku dan pasanganku.



Sumber:

§ Pemahaman Alkitab Yayasan Gloria, Kamis 26 Juni 2014

§ Buku "Marriage Spirituality" oleh R. Paul Stevens

Tidak ada komentar:

Posting Komentar