Follow Me @aoifideco

@aoifideco

Kamis, 15 Desember 2011

Makasih, Koko ^^


Buat Tuhan Yesus = makasih Tuhan, buat keluarga yang telah Engkau berikan buatku *di rumah, skolah, greja. eheheh~*

Buat Ane = ini fiction anime ptamaku (ngambil dari Conan, euy~ XD). Hope you like it!

Buat Lia + Shanen = makasih uda jadi sahabatku. uhuu~ :)

Buat C' Rika = hhe~ makasih uda mbimbing aku buat kenal Tuhan, cc ^^

Buat semuanya = thanks for your love to me~! ^u^

For the readers = have a nice read! giving your comment, please XD


“How shall I sing to God, when life is filled with gladness? Loving and birth, wonder and worth. I’ll sing from the heart. Thankfully receiving. Joyful in believing. This is my song. I’ll sing it, sing it with love...”


“Ai!”


Seorang cowok memanggilku dengan lantang. Mitsuhiko, dialah yang memanggilku. Ia menghampiriku dan berkata,
"Kamu baik-baik saja?”

Aku memiringkan kepala. “Hah? Aku nggak kenapa-napa, kok :O Memangnya kenapa?”

Mitsuhiko menjawab, “Wajahmu tampak pucat. Ehm, kamu serius jadi singer hari ini?”

Aku berkata, “O, jelas dong :3 Aku nggak sabar dari kemarin!”

Mitsuhiko menepuk kepalaku, “Anak pintar XD Aku suka punya adik sepertimu,” katanya sambil tertawa.


“Dan aku juga suka punya kakak sepertimu! :)” timpalku sambil tersenyum. -kakak beradik yang konyol XD-


“Oi, kalian!”

Kak Heiji dan Kak Kazuha (oya, mereka adalah kakak rohani kami) yang baru sampai di sini, langsung menyapa,
Konnichiwa (selamat siang), kakak beradik Tsuburaya! :D”-Kak Heiji (20 tahun)

“Kalian manis sekali :)”-Kak Kazuha (18 tahun)

Aku berkata, “:3 Konnichiwa!* >u< Hayo, jarang-jarang kalian berangkat berdua. Ada apa ini?”

Kak Heiji menjawab, “Oh, nggak apa-apa, kok :D Kami cuma mau persiapan buat persekutuan nanti. Memangnya kenapa, Ai? Oya, tadi kamu dicari sama Conan.”


“Wah, temanku itu memang agresif mendekatimu, Ai! XD ehehehe~ PDKT sama kamu, tuh. Hoahahaha~ “ Mitsuhiko tertawa *ngakak*

“Waduh, ada yang lagi senang nih ^^” kata Kak Kazuha sambil meringis

Aku cuma tersenyum kecil, “Biarkan saja. Jangan seperti Ayumi, dong -o-“” kataku.

“Ai!” *bagus, ada cowok yang memanggilku (lagi)*

“Ya?!” aku menoleh. Si cowok yang sedang ‘dirasani’ *eh, dibicarakan* itulah yang memanggilku. Conan.


“Sini sebentar :) Aku mau bicara sama kamu,” kata Conan sambil tersenyum. Kemudian, dia menyapa 3 orang lain yang bersamaku,
Konnnichiwa, Kak Heiji, Kak Kazuha, Mitsuhiko! :D” sapa Conan sambil tersenyum senang. Dan ia-pun mengajakku ke depan perpustakaan.


-0o0-


“How shall I sing to God, when life is filled with bleakness? Empty and chill, breaking my will. I’ll sing with my pain. Angrily or aching. Crying or complaing. This is my song. I’ll sing it, sing it with love...”


“Ada apa, Conan?” tanyaku penasaran.

Conan tampak salting melihatku. Kemudian, dia menjawab dengan cepat,
“Ng, nggak apa-apa. Aku cuma mau ngomong sesuatu, kok. Ehehehe~ Besok Minggu, setelah persiapan Natal, kamu ada acara nggak?” tanyanya.


“Tanggal 18 besok? Hm... Sebenarnya, sih nggak. Tapi,
 otoosan (ayah) dan okaasan (ibu) nggak memperbolehkan kami untuk keluar rumah sampai jam 9 ke atas. Orang tua kami, kan tegas sekali. Conan, kan tahu,” jawabku (oke, memang orang tuaku sangat tegas. Tapi kalau memang ada sesuatu yang darurat -tersesat di jalan, ada paduan suara, seperti itu deh-, mereka pasti memberi izin).

“Oh, begitu. Padahal aku ingin mengajakmu jalan.”


APA? *mataku melotot*

Conan (tampaknya) merasa dirinya konyol saat berkata seperti itu. Jadi dia segera menambahkan,

“Eh, lupakan saja. Maksudku, aku ingin mengantarmu pulang,” kata Conan.

Aku meringis, “Lho, aku kan pulang sama Mitsuhiko,” kataku.

Conan tampak syok saat aku bilang begitu. Dan saat itulah, HPku berdering dengan riangnya. Ayumi.


“Ai~ Kamu udah sampai belum? Aku lagi otw nih. Tungguin ya :D”-Ayumi

Aku = *syok berat* “Iya, iya~ cepetan!”


“Dari siapa, Ai?” tanya Conan.

“Oh, dari Ayumi, kok. Hehe~ Aku keluar dulu, ya ^^ Harus nunggu, nih. Sayonara!” kataku sambil melambaikan tangan. Conan melambaikan tangannya dengan senyuman.


-0o0-

Dan seperti biasa, Ayumi langsung ngomong hal-hal yang nggak masuk akal *buatku*. Please, deh. Siapa, sih yang tahan kalau kamu terus dijodoh-jodohkan sama orang yang nggak kamu sukai?


“Taraaa~ XD Tuh, lihat! Conan terus melihat ke arahmu loo~ awawaw~”-Ayumi

“-_- *wtf about that*. Terus? Ah, paling kamu yang suka sama dia. Haha!”-aku


“Omong-omong, besok Minggu kamu datang ke gladi kotor Natal, kan?”-Ayumi *makasih, Tuhan. Pembicaraannya beralih ^^*


“XD O, jelas. Eheheheh~ Hayo, kenapa kamu, Ayumi?”-aku
“Biar bisa terus kujodohkan sama Conan! :P”-Ayumi

Plak



Terserah kamu deh.



-0o0-


How shall I sing, and tell my Savior’s story? Passover bread, life from the dead. I’ll sing with my life. Witnessing and giving. Risking and forgiving...

Hari Minggunya, tanggal 18. Semua yang terlibat dalam Perayaan Natal tahun ini datang ke gladi kotor di gereja. Dan Ayumi-pun langsung
 kesengsem *salting, maksudku* saat melihat Conan yang berperan sebagai Yusuf di sana. Ha!

Untungnya *bagiku*, waktu itu aku sedang latihan menyanyi *aku ikut paduan suara* bersama Kazuha-chan. Minggu lalu aku nggak masuk *biasa, tes itu terlalu menguras waktuku -_-*. Jadi, Ayumi-pun juga ikut latihan. Wkwkwk~


“Ai,” tiba-tiba Mitsuhiko memanggilku, “nanti begitu selesai, kita langsung pulang, ya. Aku masih ada PR Biologi yang belum selesai.”

Aku mengangguk, “Oke.”

Dan begitulah. Kami berlatih dan berlatih *dramanya sampai diulang 2 kali. Hoahmm~* sampai jam menunjukkan pukul setengah 9 malam.

“Oke. Hari ini kita sudahi dulu, ya. Makasih atas kesediaannya itu ikut gladi kotor hari ini. O ya. Tanggal 25 besok, di Twilight Resto, jam 11 siang, ada gladi bersih buat malamnya. Buat teman-teman yang nggak bisa datang secepatnya, harap segera beritahu saya, ya. Makasih~” kata Kak Heiji sebagai penutup.

Setelah doa penutup *dan makan malam, walaupun tadi aku dan beberapa temanku sudah makan sewaktu istirahat tadi*, aku dan Mitsuhiko langsung pulang.

“Hati-hati, ya~” kata Kak Heiji dan Kak Kazuha.

“Oya. Belakangan ini ada pencopet di dekat rumah kalian. Tetap waspada, ya. Aku takut kalau ada apa-apa denganmu, Mitsuhiko. Terutama padamu, Ai. Hati-hati di jalan, ya,” pesan Conan dengan cemas.

“Ihiirrr~ Conan mencemaskan Ai! XD” kata Kak Heiji.
“Heiji-kun -3-“” Conan merengut.


“Wahahaha~ XD Kami pulang dulu, ya. Selamat berdebat ria, deh :D,” kata Mitsuhiko sambil tertawa.

Aku berkata, “He’eh! Kami pulang dulu, ya.
 Konbawa! Sayonara***** semua!”

Tapi tampaknya ucapan Conan betul-betul terbukti.

-0o0-

Tinggal beberapa meter lagi, kami sudah sampai di rumah. Untunglah nggak ada yang *tampaknya* mengawasi kami.


“Ayo, Ai. Buka gerbangnya. Biar aku langsung mengerjakan PR-ku. Ampun, PR apa PR itu, 120 soal, dan aku baru selesai ¾-nya -_-“ kata Mitsuhiko.

Aku menjawab, “Iya, iya~ Uh, dingin bener malam ini -o-“”

GRASAK! GRASAK!

Aku menoleh ke arah suara itu. Sesosok manusia melompat ke arah kami.


Ups...

“Berikan apa yang kamu punyai sekarang!” seru orang itu (sebut saja A)

Aku mencengkram kuat lengan Mitsuhiko. Uhh~ Gimana, nih?!

“Memangnya kami seperti orang kaya, ya? Sampai kamu menyuruh kami melakukannya?” tantang Mitsuhiko.

>< jangan, koko~ Waktunya bukan buat main tantangan, nih! Aaa~



BET!

Si A mengeluarkan pisau dari kantongnya. Dia nggak main-main!

“Cukup serahkan buku C*****n S*u* terbarumu! Aku melihatmu membelinya di toko buku. Cepat!” paksa A.
Aku bertanya *dengan kepanikan ekstra*, “Tapi ini dari uang tabunganku sendiri! Apa kamu nggak tega? Aku membelinya karena tugas guruku!” kataku.

Si A menyodorkan pisaunya, “Eh, ini pisau asli, lho. Mau?”

Mitsuhiko memelukku. Dia berkata, “Jangan macam-macam sama Ai!”


Aku menatap Mitsuhiko. Oke, sebagai kakak, baru kali ini dia berkata seperti itu *terharu*.

“Ai,” bisik kakakku itu, “berikan saja padanya. Nanti akan kutukar, deh.”

Aku melotot, “Ini dari tabunganku sendiri, Mitsuhiko! Aku menabung sebanyak 200 yen tiap minggu. Susah banget dapat buku seperti ini,” kataku protes.

Mitsuhiko menjawab, “Sudah. Berikan saja. Jangan khawatir, kalau gurumu bertanya, katakan saja kalau ada kejadian nggak terduga yang membuatmu harus melepaskan bukumu.”

Aku menarik nafas. “Oke,” jawabku sambil menyerahkan buku yang diminta A.
SRET!

Sebuah sabetan melukaiku. Dan si A langsung ngibrit. Tapi anehnya, aku sama sekali nggak merasakan apa-apa. Aku menoleh ke sampingku. Mitsuhiko meringis kesakitan sambil memegang tangan kirinya.

Otoosan!!!
 Okaasan!!! Mitsuhiko disabet!!” teriakku di depan rumah. Orang tuaku *dan beberapa tetangga yang mendengarnya* langsung keluar. Otoosan mengeluarkan mobil, sementara 2 tetanggaku membopong Mitsuhiko ke dalamnya.
-0o0-

How shall I sing to God, when life is filled with gladness? Loving and birth. Wonder and worth...

Rumah sakit memang bukan tempat yang menyenangkan saat ini. Aku melihat ke sekelilingku. Warna putih dan hijau mewarnai dinding bangunan ini. Rumah Sakit Tokugawa Ieyasu menjadi tujuan kami untuk mengobati *eh, menyembuhkan* tangan Mitsuhiko.

Aku menangis sejadi-jadinya selama perjalanan ke rumah sakit. Sementara itu,
 okasaan terus membelaiku dan berkata, “Dia akan sembuh, Ai. Berharaplah yang terbaik untuknya.”

Setelah Mitsuhiko dibawa ke ruang pengobatan, aku dan orang tuaku duduk lemas di ruang tunggu.
 Otoosan bertanya padaku,


“Ai, kira-kira seperti apa kejadiannya?”

Aku yang sudah nggak begitu menangis, kemudian menjawab,

“Seseorang memintaku untuk menyerahkan buku yang kemarin kubeli. Padahal itu dari hasil tabunganku, tugas dari guru Ekonomiku. Otoosan, aku harus bagaimana? Buku itu harus kuserahkan 1 bulan lagi,” kataku cemas.

Okaasan
 yang sedari tadi diam, kemudian berkata,

“Kalau aku tahu siapa yang melukai Mitsuhiko, akan kuceramahi habis-habisan *okasaan adalah psikolog*.”
“Bukan cuma itu. Akan kukuliti dia hidup-hidup! *otoosan adalah manajer perusahaan kerajinan kulit kayu*” kata otoosan dengan geram.

Aku menjawab, “Meskipun demikian, aku tetap mengampuninya. Aku berharap Tuhan memberinya akibat dari perlakuannya tadi.”

Orang tuaku memelukku. “Itulah yang harus kita lakukan. Sebagai terang-Nya, kita harus tetap mengampuni orang yang telah melukai kita. Maaf, Ai. Saking kesalnya aku, aku sampai mau menguliti dia. Tapi memang begitu kenyataannya. Kalau sudah di luar kendali, aku bisa ngomong yang nggak realitis,” kata
 otoosan.

“Tapi kalau aku memang bisa bertemu dengannya, aku akan betul-betul menceramahi dan menasehatinya,” kata
 okasaan. Kemudian dia pergi bersama otoosan untuk membeli minuman.


Aku termenung di kursi. Kalau memang orang yang ingin membeli buku itu, seharusnya, kan nggak perlu sampai menyabet Mitsuhiko. Dia, kan bisa bicara baik-baik...

“Ai, kenapa kamu ada di sini?”

Aku mendongakkan kepala. Conan tampak cemas melihatku.

“Mitsuhiko tadi disabet pisau, Conan,” jawabku lemas, “kamu sendiri kenapa?”

Conan menjawab, ”Oh, aku turut sedih. Semoga nggak ada masalah apa-apa dengannya. Ehm, aku ke sini untuk menengok keluargaku, kok. Tanteku baru ada yang melahirkan hari ini.”


Aku berkata dengan penuh penyesalan, “Ini semua salahku. Kalau tadi aku memburu-burunya pulang, mungkin nggak ada yang akan menyabet Mitsuhiko. Kalau sampai tangan Mitsuhiko harus diamputasi, aku nggak akan memaafkan diriku sendiri,” kataku. Oh, jangan sampai aku menangis lagi...

“Sebentar, sebentar...” Conan menyela, “Memangnya apa yang terjadi?”

Dan kemudian mengalirlah ceritaku tentang itu...


-0o0-


I’ll sing from the heart. Thankfully receiving. Joyful in believing. This is my song... I’ll sing it, sing it with love...

“Jadi begitu?” Conan mengerutkan dahinya setelah aku bercerita. Aku mengangguk.

“Yah, semoga Mitsuhiko nggak kenapa-napa. Aku nggak tahu mau bagaimana lagi kalau semisal dia nggak bisa jadi ketua Youth seperti biasanya,” kataku pasrah.

Tiba-tiba Conan memegang tanganku. Dia melihatku dan berkata dengan mantap. “Dia pasti akan sembuh. Percayalah padaku,” katanya sambil mengangguk kecil.

Aku menarik nafas, lalu menjawab, “Aku tahu. Tapi kalau seandainya tangannya harus diamputasi, bagaimana? Apa aku harus mengamputasi tanganku juga, lalu mendonorkannya pada Mitsuhiko?”

Conan menggeleng-gelengkan kepalanya, “Jangan pesimis begitulah~ Bukannya Mitsuhiko sendiri bilang kalau ada masalah apapun, kita harus menghadapinya dengan optimis? Ehm, kamu mau kita berdoa sekarang, buat Mitsuhiko?” usulnya.


“He’eh. Aku berharap Tuhan memberi yang terbaik untuknya,” jawabku, kemudian berdoa.


Semenit kemudian, orang tuaku kembali, bersamaan dengan keluarnya dokter yang menangani Mitsuhiko.


“Sabetannya cukup dalam. Tapi entah kenapa, kami bisa mengobatinya tanpa perlu dioperasi atau diamputasi. Ini mujizat!” kata si dokter.

Okasaan langsung mengatupkan tangannya dan berkata, “Arigatou gozaimasu, Jesus!”

Otoosan bertanya pada dokter, “Berapa yang harus kami bayar?”

Dokter itu tersenyum, “Anda tidak perlu membayar. Seorang berbaju putih telah membayarnya untuk kami. Dia bilang, bahwa anak Anda adalah kerabat-Nya. Padahal, dia baru saja datang. Saya dapat laporannya dari suster saya,” jawabnya.

Aku dan Conan berpandangan. Dia pasti Yesus! Oh, Tuhan~ Makasih buat semuanya!!

“Mari masuk. Lihatlah keadaannya,” ajak si dokter sambil membuka ruangan.

Mitsuhiko melihat ke arah kami. Kemudian dia menyapa kami, “Otoosan, okasaan, Ai, Conan...”
Orang tuaku tersenyum, “Istirahatlah. Kamu pasti capek. Kita pulang nanti saja, setelah kamu memang nggak ada apa-apa.”

Mitsuhiko berseru, “O ya! PR Biologiku! -3-“ Ah, pulang besok saja, deh. Sudah jam setengah 11 -_-“

Kami tertawa melihat tingkahnya. Setelah tawa mereda, Mitsuhiko berkata,

“Ehm, ada yang mau kubicarakan dengan Ai. Bisa tolong keluar sebentar?” tanya Mitsuhiko.

Orang tuaku, Conan, dan dokter mengangguk. Kemudian, setelah tinggal aku dan dia di kamar, dia berkata,

“Kurasa aku yang kegabahan. Maaf, ya Ai. Kamu jadi repot juga,” kata Mitsuhiko.

Aku menggeleng cepat. “Nggak kok. Aku malah berterima kasih padamu karena kamu sudah menyelamatkanku tadi.
 I’m very grateful to Him. He gives me the best brother in my life!” kataku. Kemudian aku memeluk Mitsuhiko.


Makasih, Tuhan, buat Mitsuhiko yang jadi kakakku. Aku senang dia mau melindungiku.
 You’re the best for me, God!


-0o0-


I’ll sing it, sing it with love...

Tanggal 25 Desember = Natal = SESUATU BANGET! ^^
Minggu lalu, setelah keadaan Mitsuhiko membaik, ia langsung pulang *dan mengerjakan PR Biologi se-abreknya sampai jam 1 pagi* ke rumah. Baginya, kado terindah Natalnya tahun ini adalah kesembuhan tangannya *makasih, Yesus. Udah mau bayar pengobatannya :D*

“Ai!” Ayumi menepuk bahuku saat aku tiba di Twilight Resto sore itu. Ia meringis,

“Aku dengar dari Kak Kazuha. Katanya, minggu lalu kakakmu kena sabetan, ya?”

Oya. Sewaktu perjalanan pulang ke rumah minggu lalu, aku mengirim SMS ke Kak Kazuha tentang peristiwa yang menimpa kami.

Aku mengangguk, “He’eh. Tapi syukurlah minggu lalu dia langsung pulang. Begitu sampai rumah, dia langsung kembali mengerjakan PR-nya. Anak rajin dia XD” jawabku.

Ayumi tersenyum, “Ya~ Aku senang semuanya kembali normal. Ngomong-ngomong, bagaimana dengan bukumu?”

‘Oh, buku itu? Hari ini, aku malah mendapatkannya persis seperti yang kubeli Sabtu lalu. Rupanya Mitsuhiko menepati janjinya. Hahaha~ :D” jawabku sambil tertawa.

Ayumi-pun ikut tertawa. Kemudian, dia berkata, “Oya. Karena kamu sudah sampai, ayo kita ke belakang panggung! Kita, kan harus latihan dulu.”

Aku menjawab, “Eh? Okee~ Mitsuhiko, ayo cepat!”


Mitsuhiko yang sedang berbicara dengan Conan langsung berpamitan *ya nggak persis seperti itulah. Nanti, kan masih ketemu. Uhuu~* dan pergi ke arah kami.
“Latihan sekarang? Uhh, males banget -3-,” kata Mitsuhiko. Kemudian, dia menambahkan, “Oke, oke.. Aku bercanda, kok :D Ayo kita ke sana!” ajaknya sambil menggandeng tanganku.


Writer’s note = hiyaaa~ Aku snang skali sewaktu bisa ngarang cerita seperti ini *berhubung aku nggak punya koko, jadilah aku ngarang begini*. Oya. Aku menyelipkan lirik “How Shall I Sing to God?”. Ehehehe~ Bagiku, itu lagu yang bagus. Dalam setiap keadaan kita, entah itu senang atau susah, kita harus tetap bisa jadi terang-Nya dengan baik. Nyanyikanlah hidupmu dengan kasih dari Tuhan

Oke~ sekian dariku. Semoga dapat menghibur, ya. Gomawo~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar