Follow Me @aoifideco

@aoifideco

Senin, 05 Desember 2011

Let It Flow_3

Konbawa! :D Langsung saja ya... XD


Does he have a same feeling about our reltionship?
“Risaburo, kamu ini kenapa, sih?” tanyaku sambil mencoba melepaskan tanganku dari genggamannya.
Risaburo melihat ke arah genggamannya. Sepertinya dia baru sadar (oi, ini masih sore).


“Eh, sori. Aku terbawa suasana. Ehehehe~ Ayo masuk. Di sini nanti kamu kedinginan, lho,” kata Risaburo sambil melepas genggamannya. Lalu dia berlari mengejar Akira, sohibnya.
Sementara itu, Sakura menghampiriku, lalu bertanya, “Rie, sebenarnya kamu ini kenapa, sih? Hajime, kan sudah kamu tolak (o ya. Aku cerita pada Sakura beberapa hari yang lalu *LetItFlow_1*). Terus, kalau misalnya Risaburo menyukaimu, apa kamu juga mau menolaknya?”





Risaburo? Menyukaiku?




Yang benar saja!


“Sakura, kalau misalnya Risaburo memang menyukaiku, dia pasti bakal ngomong sendiri. Aku bukan tipe orang yang langsung bertanya kalau itu berkaitan dengan perasaan,” jawabku sambil mengangkat bahu.


Tapi, 3 jam setelah itu, rasanya aku harus merevisi kata – kataku, deh.



-*-


“Hore! Kita berhasil! :D” kata Ozawa-sensei *dia pelatih kami* sambil tersenyum senang.


“Iya XD Hahaha~ Lega banget, sensei!” kata Keiko-chan sambil bersandar di dinding di luar ruang ibadah.
“O, iya. Ehm, nanti aku mau ngomong sesuatu sama kamu, Keiko.” Tiba – tiba, Kazuto-kun menghampiri Keiko-chan.


“Hah? Woww~”
“Setelah Risaburo, hari ini giliran Kazuto, ya :P” -plak-


Tapi akhirnya, kami memang memberi waktu sama Kazuto-kun buat ngomong sama Keiko-chan. Meskipun kami sama sekali nggak nyadar. Yah... Begitulah :O Kejadiannya 30 menit setelah percakapan itu.


“Keiko-chan, ehm... Aku nggak tahu mesti gimana ngomongnya” – Kazuto-kun
“Kazuto-kun? Ada apa, sih?” – Keiko-chan
“Ehm... Nggak tahu sejak kapan, aku melihat dirimu bukan cuma cewek biasa. Lebih dari itu, aku seperti menganggapmu sebagai adikku. Tapi, selain itu, aku agak illfeel kalau kamu nggak ada di dekatku.” – Kazuto-kun
“Kazuto-kun...” – Keiko-chan


Aku *yang ikut menguping bersama dengan teman – teman yang lain*, langsung terperangah saat Kazuto-kun memegang tangan Keiko-chan.


“Kita foto sekarang, ya?” – Kazuto-kun




*plak*


Kazuto-kun memegang bahu Keiko-chan, Keiko-chan bersandar pada Kazuto-kun. Dan tanpa sadar, kami yang sedang melihat langsung bergumam,
“Oh... ternyata~”




CKLIK!


Setelah mereka berfoto, kami langsung turun dan ‘menohok’ *eh, kejamnya. Maksudku, mengajukan XD* dengan pertanyaan,


“Kalian ini perlu dimintai pajak, ya?”
“Sudah jadi?”


Sementara itu, saat aku melihat sekilas ke arah lain, aku melihat Risaburo yang sedang juga menatapku. Matanya tampak bersinar – sinar. Tapi, sebelum aku bisa mengartikannya, Sakura sudah menarikku untuk mempersiapkan diri bernyanyi Silent Night.


-*-


2 minggu berlalu. Aku sudah mulai lupa dengan janji Risaburo *omong-omong dia janji apa sih?#lagakbodoh.co.jp


O iya! Aku lupa! Besok Natal Youth! -plak-


“Rie, besok kamu mau berangkat jam berapa?” tanya Mama saat makan malam. Papa masih di ruang kerjanya. Kalau sudah begitu, beliau baru makan jam 9 kurang 15 menit -_-
“Ehm... Jam setengah 5, Ma. Aku jadi among tamu :O” jawabku.
Mama cuma mengangguk, lalu berkata, “O, oke. Nanti Mama antar. Kebetulan Mama juga ada perlu sama Nenek *yak, rumah Nenek sekitar 3 blok dari gereja*.”


Dan begitulah. Sabtu sorenya, aku tiba di gereja jam setengah 5 TENG *my mother is very punctual. She always comes in the right time. Nggak pernah telat*. Di depan gedung, aku melihat Ken sedang mengobrol dengan Risaburo *sebentar. Belakangan ini, kok aku sering memikirkan mereka, ya? -3-*


Dan, boo! Begitu aku mendekati mereka, Risaburo menepuk bahu Ken. Dan *sepertinya* berkata padanya, “Semoga berhasil!”. Dan pergilah dia.


Ken melihatku. Kemudian dia berkata,
“Rie, ada yang mau kubicarakan denganmu sekarang. Ayo, sini. Sekalian temani aku XD,” ajaknya sambil menarikku ke belakang meja penerima tamu.
Sebagai adik kelas yang baik *buahahaha~*, aku menurut. Kemudian, aku bertanya pada Ken, “Tadi Risaburo ngapain, sih?”
Ken cuma meringis, “Nggak, kok. Masalah acara gereja. Heheh~ XD”




Tapi kemudian, dia bicara dengan serius, “Rie, aku nggak mau kalau nanti kamu salah paham sama aku dan Risaburo. Tapi, ini memang kenyataannya. Perasaan, kan nggak bisa dihalang-halangi sama yang lain. Jadi, aku ingin kamu mendengarkan kata – kataku, semua pengakuanku.”




Oke, aku nggak ngerti sama apa yang dikatakan Ken barusan. Salah paham? Apa-apaan ini?


“Kamu merasa bingung, kan, waktu dipasrahi banyak tugas sama Youth?” tanya Ken.
Aku mengangguk *ngaku*, “He’eh -o-“ Padahal, aku juga punya kesibukan yang lain~”
Ken mengangguk mengerti *oh, ada yang peduli! :D*, “Iya. Aku juga ngerti, kok gimana perasaanmu. Kan, aku juga sama denganmu :).Tapi, sebenarnya...”


Dia menarik nafas, lalu melanjutkan,
"Aku yang membuatmu seperti ini.”




APA?


“Aku yang membuatmu bisa mendapat banyak tugas begini.” Ken menelan ludah. Dia tampak khawatir.
Aku terdiam. Dapat tugas? Well... Aku, sih menganggap itu sebagai pelayanan buat Tuhan. Yang jadi pertanyaan, kenapa aku yang keseringan dapat tugas? Aku juga nggak enak sama teman – teman lain yang belum pernah mendapat tugas ‘sebesar’ *yah, begitulah. Kalau kamu tahu maksudku* ini. Aku ingin supaya mereka juga bisa pelayanan, nggak cuma sebagai jemaat biasa...


“Ken, nggak apa – apa, kok. Aku senang kalau bisa pelayanan. Tapi, bukannya masih ada teman lain yang bisa dimintai tolong?” tanyaku.
Ken menjawab dengan lemas, “Itu dia masalahnya. Aku sudah membujuk Risaburo *o ya. Sekilas saja, dia ketua Youth* untuk memilih orang selain kamu. Tapi dia nggak mau. Aku rasa, dia ada rasa sama kamu...”


Rasa? Rasa apaan? Manis? Asin? Apa... SUKA?


“Selain itu, Rie, aku sebenarnya juga senang melihatmu di Youth. Kamu terlihat lebih bertumbuh dibanding yang lain. Cuma, masalahnya, aku sepertinya punya rasa yang sama dengan Risaburo.” Ken menarik nafas panjang, lalu dia melanjutkan dengan suara lembut,






“Aku menyukaimu, Rie.”




Tolong ulangi sekali lagi. Telingaku pasti nggak beres.


“Ups, sudah jam segini. Aku harus mengecek sound system di dalam. Maaf, ya Rie. Aku membuat perasaanmu jadi nggak enak,” kata Ken setelah melihat jam tangannya.
Aku menggeleng sambil tersenyum, “Nggak apa – apa, kok, Ken. Ehm, tentang itu... Aku cuma ingin kita berteman dulu. Maaf, ya,” kataku dengan penuh rasa bersalah *sama seperti pencuri ayam yang digebuk massa*
Ken tersenyum, “Itulah sifat yang paling kusukai darimu, Rie. Bepikir matang sebelum menjawab. Makasih, ya, kamu udah mau denger uneg - unegku! :D”. Dan dia-pun masuk ke dalam.


“Rie.”
Suara Risaburo terngiang di telingaku. Sepertinya dia memang memanggilku *wah, aku mulai XD*.
“Risaburo?” aku menoleh. Dia tersenyum lebar.
Risaburo menjawab, “Ken sudah ngomong ya?”
Aku *yang masih bingung* bertanya padanya, “Ngomong? Oh, tentang perasaannya?”
“Iya. Maaf, Rie. Aku memang nggak ngerti kenapa semuanya bisa seperti ini. Rasanya, aaaa~ Aku mau teriak >O<” kata Risaburo.
Aku tersenyum *cuma untuk menghibur Risaburo yang (sepertinya) merasa bersalah*, “Nggak, kok. Risaburo nggak salah apa – apa.”


“Rie, aku juga mau buat pengakuan. Tapi ini berdasarkan apa yang aku rasakan saat ini. Aku nggak kuat buat menahannya. Jadi, daripada suatu saat perasaan ini meledak, aku mau ngomongin sekarang,” kata Risaburo sambil mengajakku duduk di kursi panjang dekat meja.
Ia melanjutkan, “Sebelumnya, aku minta maaf. Soalnya, gara – gara aku yang egois, aku cuma ingin melibatkanmu dalam kepanitiaan. Padahal, gara – gara itu, kamu jadi nggak konsen belajar, kan?”
“Hah? Nggak, kok. Aku malah lebih bisa mengatur jadwalku lebih baik lagi. Seharusnya, aku yang ngomong makasih :). Terus?” kataku.


“Nah, waktu aku mendengar percakapanmu dengan Ken tadi *o, curi dengar ya? -_-*, aku jadi merasa bersalah. Kamu benar, seharusnya aku juga bisa memilih teman – teman yang lain buat terlibat dalam pelayanan. Aku kagum dengan pemikiranmu itu,” jawab Risaburo sambil melihatku.


“Rie, tolong jawab pertanyaanku. Kalau kamu tahu kalau kamu disukai seseorang, apakah kamu akan menerimanya?” tanya Risaburo.
Aku berpikir sejenak. Yah, mungkin aku bisa bilang IYA, tapi sekarang nggak. Aku punya prinsip, pacaran itu cuma sekali seumur hidup. Aku nggak mau pacaran lebih dari 1 kali sebelum menikah *Saat aku ngomong begini sama Sakura, dia langsung melotot*. Selain itu, aku masih sibuk sama pelajaran, dan mengenal lebih dalam tentang Tuhan.


“Aku akan bilang ‘nggak’ ke orang itu. Bukan masalah benci atau nggak. Tapi, ini menyangkut masalah kehidupanku. Aku nggak mau putus – nyambung. Cukup sekali seumur hidup aku patah hati. Kalaupun bisa, aku ingin kita bisa berteman dulu, sebelum mantap memutuskan langkah yang harus diambil. Risaburo tahu maksudku, kan?” tanyaku *mengingat Risaburo yang kadang agak lola*
Risaburo mengangguk mengerti, “Aku tahu, kok. Dan sekarang, aku nggak cemas lagi buat ngomongin ini sama Rie.”


Dia terdiam, lalu berbisik *o, jelas. Sudah banyak orang yang datang. Sementara meja among tamu dipenuhi, seorang teman perempuanku sedang membagikan agenda acara Youth untuk 1 bulan ke depan*,




“Rie, watashi aishite imasu.”


Dia tersenyum lega. Sementara aku malah termangu *bayangkan kamu ditembak lebih dari 1 orang*. Risaburo terus berbicara,
“Orang yang kuinginkan adalah orang yang beriman, bertumbuh, berbuah, dan mau melayani Tuhan. Dia juga bisa memimpin, mengatur waktu, dan membimbing orang lain. Dan, itu semua kutemukan di dalammu, Rie,” lanjutnya.


Risaburo memang beda dari yang lain *oke, di luar sikapnya yang lola dan blak – blakan*. Dia jauh lebih optimis dibanding cowok lain yang kukenal. Tapi jawabanku tetap NGGAK.


“Aku mengerti. Makasih, Risaburo. Tapi kurasa, kita cuma bisa berteman dulu. Aku cuma ingin perasaan itu mengalir. Sampai waktunya tiba, tolong tunggu aku,” kataku sambil setengah berharap.


Risaburo tersenyum, dia mengangguk, “Aku janji. Oh, ya. Rie, aku ingin berfoto denganmu. Kamu mau, kan?”
Aku bertanya, “Foto itu nggak bakal dibuat semacam bahan untuk menerorku, kan?”
Dia tertawa, “Jelas nggak, dong. Ayo!”
Jadilah adegan ‘Keiko-chan dan Kazuto-kun’ terulang lagi. Di tangga dekat kursi itu, aku bersandar di lengan tangga, sementara Risaburo berdiri di belakangku. Dan Ken *yang entah kenapa langsung mau memotret kami* mengambil foto kami.


KLIK!




-*-


8 hari kemudian, Natal tiba. Aku dan Sola Gracia akan menyanyikan lagu ‘Karena Kita’. Ini bukan Natal seperti tahun – tahun sebelumnya. Kali ini, gereja akan mengadakan Natal di sebuah restoran mewah, dan mengundang orkestra kecil dari Tokyo untuk mengiringi lagu – lagu Natal.


Gaun biru mudaku membuatku agak susah untuk berjalan (entahlah. Mungkin karena terlalu bersemangat XD). Tapi, setibanya di tangga menuju ke aula restoran, Sakura menghampiriku. Dia berkata,
“Eh, tadi kamu dicari Risaburo,” katanya sambil menarik tanganku.
*apaan, sih* Aku mengikuti Sakura. Sementara orang tuaku ngobrol dengan jemaat yang lain.
"Rie!” Risaburo menyambutku dengan ‘meriah’nya. Dia memakai seragam yang sama dengan acara Natal se-Yokohama kemarin (baju hitam dan rompi biru muda) *ya jelas, memang itu seragam kami yang harus dipakai XD*.
“Ada apa, Risaburo?” tanyaku sambil menghampirinya.
Risaburo mencari sesuatu dari tasnya. Setelah menemukannya, dia berkata,
“Merry Christmas and Happy New Year, Rie!” katanya sambil menyerahkan sebuah kado yang dilapisi kertas kado biru muda *dengan gambar kucing abu – abu dan kuning*.
Arigatou gozaimasu!” jawabku sambil tersenyum.
Risaburo menjawab, “Dou itashimashite!”
“Rie, ayo sini. Kudandani dulu,” panggil Keiko-chan.
-_- males banget, deh... Tapi, begitulah. Akupun didandani juga *dengan foundation, bedak dan lipstik*


-*-


Acara Natal kali ini = SESUATU BANGET :D


Sola Gracia bernyanyi sebanyak 2 kali. Sekilas, aku melihat Ken sedang memotret kami *eh, nanti minta fotonya ya XD*. Begitu juga dengan Papa *beliau adalah fotografer di koran lokal*. Firman Tuhan-nya bagus sekali :3 eheheheh~


Saat aku mau pulang, Risaburo memanggilku.
“Rie, nanti kalau sudah sampai di rumah, buka kadonya ya. Aku pulang dulu :) Hati – hati ya!” katanya.
“Risaburo juga, hati – hati di jalan!” kataku sambil melambaikan tangan.


-*-




Setelah bersiap – siap untuk saat teduh *mau tidur, sih :D*, aku membuka kado Risaburo.


Karena kita, Dia menderita. Karena kita, Dia disalibkan. Agar dunia yang hilang diselamatkan. Dari hukuman kekal...
Selembar foto bertuliskan sebagian lirik lagu yang baru saja kami nyanyikan. Kemudian, aku membalik lembar itu. Eh, tunggu sebentar...
Ini fotoku dengan Risaburo seminggu yang lalu! Sebelum Natal Youth!


-SREK- *bunyi kertas yang jatuh*
Ada tulisan di kertas itu. Kupikir itu semacam puisi cinta. Eh, salah. Itu surat singkat.


Rie, dari kado ini, aku cuma berharap kamu bisa terus melangkah di dalam Tuhan. Aku senang saat kamu bisa terus bertumbuh dan melayani Dia. Tapi yang paling aku sukai, kamu selalu bersikap optimis saat situasi genting, dan netral saat ada temanmu yang berselisih. Pertahankan sifatmu itu. O, ya. Dan satu lagi, bersikaplah dengan ceria apapun kondisinya. *Mazmur 25 : 21*
Yours,
Risaburo-kun
PS = Mulai sekarang, kamu mau nggak dipanggil Rie-chan?





Apa? Rie-chan? RIE-CHAN?!


-_- apa-apaan ini? *plak*. Aku menggeleng – gelengkan kepala. Kalau sudah begini, Risaburo seperti anak kecil *lagi*. Haha!
O, my joyful. Pam pam pam pam~
SMS dari Risaburo. Belakangan ini aku sering mengalami telepati sama dia (apa itu tandanya aku cocok sama dia?). Soalnya, barusan aku mau ngambil HPku buat ngomong ‘makasih, Risaburo-kun’. Wkwkkw~
It’s not about the present. Eheheheh~ Rie, sori ganggu malem2. Makasih, ya. Kamu udah mau jadi tmanku. You’re my precious present from God!” – Risaburo
Hah? “Wew... U’r welcome ^u^ Hehehe... nda pa2 og. O, ya. Rie-chan? Ehm... Jangan, deh. Aku nggak biasa. Hohoho~ XD” – RieEnomoto
*dering SMS* “Oh, I see. Aku juga nggak biasa dpanggil ‘Risaburo-kun’ XD hohoho~ Hm, ya sdh. Lupakan saja ap yg kutulis di surat itu. Konbawa, Rie! God bless always!” – Risaburo
U too :)” – RieEnomoto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar