Follow Me @aoifideco

@aoifideco

Rabu, 22 Oktober 2014

A Worth-It Waiting (16)

It's a loooongggg time since I'd posted the last post about the story :p just check the link on the page to read the previous stories yaaa




Keesokan harinya, Akira-kun menelponku lagi. Tepat saat itu, Wataru sedang pergi; orang tuaku sedang ke restoran mereka.

Moshi-moshi?” sapaku, berusaha menenangkan jantungku yang terus berdebar kencang.

Akira-kun berkata, “Akane-chan.. Minggu depan aku berangkat.”


Aku tersentak. Minggu depan!? Bukannya dia bilang padaku bahwa dia akan berangkat ke Amerika 2 minggu lagi??


“Bukannya 2 minggu lagi Akira-kun?” kataku kaget. Akira menghela nafas, lalu melanjutkan,

“Dosenku memintaku agar aku bisa berangkat minggu depan. Entahlah, dosenku punya firasat buruk kalau aku nggak berangkat minggu depan.”


Aku cuma terdiam. Dan tak terasa, air mataku mulai meleleh.


“Akane-chan, kamu masih di situ kan..?” suara Akira-kun mulai terdengar khawatir. Oh, jangan sampai dia tahu kalau aku menangis. Tapi bodohnya, yang terjadi justru sebaliknya.


“Iya, aku.. aku masih di sini,” jawabku dengan pelan, menahan isak.

“Maafkan aku Akane-chan.. Kamu menangis ya, gara-gara ini?” tanyanya. Dan tangisanku mulai nggak bisa dikendalikan lagi.

Akira-kun terdiam beberapa saat. Lalu dia bertanya, “Kamu keberatan kalau aku ke rumahmu sekarang?”

-*-


Aku berhasil menghapus air mataku sebelum Akira-kun tiba di rumah. Karena yang ada di rumah cuma aku, maka aku mengajaknya duduk di ruang tamu (takut kalau kenapa-napa hehe).

“Aku minta maaf ya, Akane-chan, buat yang tadi,” kata Akira setelah dia duduk di depanku.

Aku menggelengkan kepala. “Nggak, bukan salahmu kok, Akira-kun,” jawabku, “entah kenapa, aku nggak bisa mengontrol emosiku sewaktu mendengar kabar itu.”

Aku belum siap melepasmu minggu depan, Akira-kun..

“Nggak apa-apa,” katanya, “itu wajar, Akane-chan. Kalau aku boleh bilang pun... aku juga belum siap untuk pergi minggu depan.”

Aku belum menjawab pengharapanmu selama ini, Kak.

“Akira-kun,” aku berkata pelan, mencoba memegang jarinya seolah-olah mencari sesuatu yang bisa membuatku merasa lebih baik.
Dan anehnya, dia juga melakukan hal yang sama denganku. Aku tersentak saat Akira-kun menggenggam tanganku dengan lembut, seperti genggaman seorang kakak yang selalu ingin melindungi adiknya.

Should I say the answer now?” tanyaku kepadanya.

Dia menatapku, tersenyum, “Kalau kamu memang udah siap menjawabnya, nggak apa-apa. Tapi kalau kamu belum sanggup buat bilang, hm... aku akan tetap menunggumu, Akane-chan.” Lalu dia mendesah pelan.

Tapi aku tahu bukan itu yang kamu mau, Akira-kun. Kamu udah terlalu lama buat nungguin jawabanku, dan itu semua gara-gara keegoisanku!

“Aku udah buat kamu nungguin selama 5 tahun, Kak. Aku... aku nggak bisa buat menahan perasaan ini sendirian. Hubungan kita udah menggantung selama itu. Dan... aku nggak mau membuatmu menunggu lebih lama lagi,” kataku padanya.

Wajahku terasa hangat. Air mata yang selama ini kutahan langsung keluar setelah aku berkata begitu. Tak lama kemudian, Akira-kun mengusap air mataku dengan pelan.

“Kak...” aku memanggilnya, mencoba untuk tidak menangis lagi.

Akira-kun memandangku lembut, dan berkata, “Aku nggak janji nggak akan membuat kamu menangis karena aku, tapi aku janji buat nggak membiarkanmu menangis terlalu lama di depanku.”

Entah ada sesuatu yang berdesir di hatiku. Sesuatu yang selalu membuatku betah berada di dekatnya, mengobrol dengannya, tertawa bersamanya... Okay, I’ll tell him about my feeling now.

“Akira-kun,” kataku sambil memegang tangannya yang masih mengusap pipiku.

The answer for your waiting is... yes.”

Awalnya dia nggak tahu apa maksudku. Tapi akhirnya, dia tersenyum lebar. Aku balas tersenyum ke arahnya. Penantian kami selama 5 tahun ini nggak sia-sia.

“Kalau aku boleh tahu... kenapa kamu mau bilang ‘ya’, Akane-chan?” tanyanya.

Aku menurunkan tangannya dari wajahku, tetap menggenggamnya dan berkata, “Karena ada banyak hal yang aku alami selama aku mengenalmu. Sejak aku bersahabat denganmu, aku belajar banyak hal tentang dirimu dan diriku sendiri. Orang tuaku bilang, aku jadi lebih baik sejak kamu menjadi sahabatku. Bukan cuma itu, aku belajar banyak tentang Tuhan dan bagaimana harus menjaga kekudusan hidupku. Arigatou gozaimasu, Akira-kun.”

Dia melihat tangan yang digenggamnya, kemudian berkata, “Me too. Aku juga belajar banyak tentang kasih tanpa syarat sejak aku bersahabat denganmu, Akane-chan. Arigatou gozaimasu, Akane-chan.”

“Tapi...” kataku tiba-tiba, “apa sampai saat ini kamu masih menganggapku sebagai pengganti Kyoko?”

Akira-kun terdiam. Aku juga ikut membisu, tidak menyangka bahwa pertanyaan seperti itu bisa kulontarkan. Apa sih yang ada di pikiranmu, Akane??

“Tidak,” Akira-kun kembali bersuara. Aku menengadahkan kepalaku ke arahnya, melihatnya meringis.

Now I wish that you’ll be my life partner, Akane-chan,” tambahnya.

Aku tersenyum kecil mendengar pengakuan Akira-kun. Lalu dia berkata, “Ehmm... dari dulu, setelah kepergian Kyoko, aku berharap bisa mengelus kepala adik perempuan lagi. Bolehkah aku.. uhm, melakukannya padamu?”

“Hah? Kok tahu-tahu kamu tanya gitu, Kak?” tanyaku heran. Membiarkan cowok untuk mengelus kepalaku?? Yang benar saja!

“Entah, aku cuma pengen bisa ngelakuin itu aja. Nggak akan sering-sering kok, santai aja. Aku tahu, kamu bukan tipe orang yang bahasa kasihnya physical touch,” katanya.

Aku meringis, “Tapi kamu tipe orang yang bahasa kasihnya pyhysical touch hahaha... Hm, nggak apa-apa kok. Janji lho, cuma sekali-kali aja ngelakuinnya,” ujarku (mempersiapkan diri #lhoh)

Dia kemudian mengulurkan tangannya, mengelus kepalaku dengan lembut sebanyak dua kali, and watching me with.. with.. love :$ aku cuma bisa terdiam, tersenyum saat dia melakukannya.

Entah kenapa aku merasa bahwa perlakuan ini bukan seperti perlakuan seorang cowok ke pacarnya. Tapi lebih ke arah seorang kakak yang menyayangi adiknya. Oh, Tuhan... aku nggak menyangka akhir ceritanya bakal kaya’ gini... thank You, God, for our love story.

TIN! TIN!

Otoosan dan Okaasan pulang! :O

Aku dan Akira-kun langsung keluar untuk menyambut mereka. Okaasan kaget saat melihat Akira-kun ada di rumah kami.

“Akira kok bisa di sini, Akane?? Kalian habis ngapainn??” tanyanya langsung.

Aku menggeleng cepat. “Bukannn, bukan melakukan hal yang buruk, Okaasannn,” kataku langsung.

“Akane baru aja bilang yang sebenarnya, Tante,” kata Akira-kun.

“Ooohhh,” Okaasan langsung sadar, tertawa dan berkata, “Akira, kamu makan siang bersama kami ya. Kalian harus cerita tentang apa aja yang terjadi selama kami pergi tadi. Hahaha...”

“Ibumu memang suka memaksa ya, Akane,” kata Otoosan tiba-tiba, “tapi aku senang, akhirnya anakku ini bisa ketemu orang yang tepat, yang seiman dan sepadan denganmu, Akane.”

Aku cuma nyengir, “Nggak juga, Otoosan. Kalau kalian nggak menyemangatiku, aku nggak akan bilang. Dan mungkin Kak Akira bakal nungguin aku terus hehe.”

“Okee! Kita harus masuk sekarang! Aku akan buatkan yakiniku untuk kita semua! Sayang sekali, Wataru baru pulang 2 jam lagi,” kata Okaasan, mengajak kami semua masuk ke rumah.



Lord, thanks for leading me and him to know You more and more :) let this love story being a blessing for others.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar