Follow Me @aoifideco

@aoifideco

Rabu, 22 Oktober 2014

A Worth-It Waiting (15)

-u-“ Lama nggak nulis nih. Hehehe...

Sebuah pemberian, jika diberikan dengan hati tulus, akan memberikan efek besar bagi yang menerimanya.


Begitu aku masuk ke kamar, HPku berdering. Akira-kun.

Moshi-moshi?” aku menyapanya.
Arigatou gozaimasu,” jawab Akira-kun.
Aku mengerutkan dahi. “Hah? Kenapa ‘arigatou gozaimasu’, Akira-kun?” tanyaku.

Dapat dipastikan bahwa Akira-kun sedang meringis saat ini.
“Ehehehe.. Terimakasih untuk bukunya. Ehm, omong-omong, ini buku tentang apa sih?” katanya sambil merendahkan suaranya.
Aku berkata, “Oh, itu tentang menjadi seorang pengikut Kristus, bukan sekedar penggemar-Nya J
“Wow,” dia bergumam kecil, “kelihatannya menarik. Terimakasih lagi, Akane-chan.”
Aku tertawa kecil. “Sama-sama J Bukankah rasanya menyenangkan, bisa belajar tentang Kristus dengan orang yang dicintai?”

Ups.

Tanpa sadar aku mengatakannya.

“Akane-chan? Kamu nggak apa-apa?” Akira-kun terdengar panik, sedangkan aku yakin wajahku sudah seperti tomat rebus (bayangkan saja. Tanpa Akira-kun di dekatku saja sudah seperti itu. Entah kalau dia ada di sebelahku).

Sementara itu, okaasan berseru,
“Akane, cepat ke sini! Aku butuh bantuanmu!”
Aku kembali menempelkan HPku ke telingaku, dan berkata pada Akira-kun, “Nanti kutelepon balik. Okaasan memanggilku.”

“Iya, baiklah Akane. Tinggal 2 minggu lagi ya..,” kata Akira-kun.

Aku mendesah pelan. “Iya, 2 minggu lagi. Sayonara, Akira-kun,” kataku.

-*-

Aku memasang muka nyengir saat melihat okaasan mengomel panjang pendek soal dago yang dibuatnya beberapa hari yang lalu basi. Padahal, beliau ingin memberikannya pada Wataru hari ini (Wataru sedang berada di luar kota sejak seminggu yang lalu).

“Wataru sudah bilang padaku sejak dua hari yang lalu agar aku menyimpan dago-nya begitu selesai dimasak. Nggak tahunya malah keburu basi -__-“ Okaasan mengomel di depan dago yang sudah basi itu *pukpuk, dago*.

Okaasan buat dago lagi saja. Aku akan membantu Okaasan, bagaimana?” usulku.

Sambil tetap mengomel kecil, Okaasan membuat dago lagi. Tiba-tiba beliau bertanya, “Akane, Akira apa kabar?”

“Hah? Baik, kok. Memangnya kenapa, Okaasan?” aku mengalihkan pandangan dari adonan dago.

Okaasan tersenyum. “Dia anak yang baik. Dan Okaasan rasa, kamu cocok kalau kamu bersamanya,” jawabnya.


Aku terdiam. Hello! Kenapa tiba-tiba Okaasan membicarakan tentang Akira-kun sih??

“Apalagi, akhir-akhir ini kalian sering menghabiskan waktu bersama kan?” tanya Okaasan lagi. Beliau mulai menusukkan adonan dago ke tusuk sate.

Aku mengangguk kecil. “Kak Akira baru persiapan untuk kuliah di Amerika. Aku bingung, Okaasan. Gimana caranya agar aku ehm...” kata-kataku terputus saat Okaasan menyela,

“Menyatakan perasaanmu?” Okaasan berkata dengan lembut. Dan aku pun menjawab, “Iya.”

“Akane,” Okaasan kembali berkata, “5 tahun bukan waktu yang sebentar. Dan sudah selama itu kamu mengenali Akira. Okaasan juga bisa melihat bagaimana dia memperlakukanmu dengan baik. Otoosan pernah bilang, ‘Aku senang karena Akane bisa jadi lebih dewasa sejak bersahabat dengan Akira’.”


Aku tercengang, dan berhenti membuat adonan dago. “Apa itu benar, Okaasan?”. Okaasan pun mengangguk dengan yakin.

“Nyatakan perasaanmu, Akane. Kami mendukungmu,” kata beliau.

-*-

Wataru pulang dari Osaka keesokan harinya. Dia hanya nyengir saat mendengar Okaasan mengomel tentang dago yang basi itu.

“Kan aku sudah bilang, Okaasaannnn~” katanya sambil memakan dago yang kami buat kemarin.

Otoosan meringis. “Biasa lah, Wataru. Okaasan kan banyak pikiran hehehe...” katanya.

“Tuh kan, Otoosan malah ikutan nge-bully Okaasan -.-“ Okaasan mengeluh. Aku cuma bisa ketawa melihat mereka ngobrol.

Setelah makan malam, aku dan Wataru mengobrol di ruang baca di dekat kamar kami.

“Kak, aku bingung. Galau,” kataku. Wataru nyengir saat mendengar aku berkata begitu.

“Pasti tentang Akira ya. Kenapa memangnya?” tanyanya.

Aku mendesah. “Sebentar lagi Akira-kun ke Amerika, mau studi lanjut di sana selama 2 tahun. Aku nggak mau kalau ditinggal sebegitu lamanya, Kak,” jawabku.

“Hmm.. kamu belum pernah bilang ke dia tentang perasaanmu?” tanya Wataru lagi. Aku menggeleng. Dia menepuk-nepuk tanganku.
“Mending kamu bilang secara langsung deh, Akane. Kalau selama 5 tahun lebih hubungan kalian menggantung kaya’ gini, yahh.. orang bisa salah mengerti nanti. Akira berangkatnya kapan?” katanya.

Aku berpikir sejenak. “Hm.. 2 minggu lagi,” jawabku. Lalu tersadar bahwa 2 minggu itu bisa berjalan dengan begitu cepat.

“5 tahun itu lama lho. Kamu harus bersyukur karena dia telah menunggumu selama itu. Jangan buat dia menunggu lagi, Akane,” Wataru berkata sambil tersenyum.

Aku terdiam beberapa saat, mencoba mencerna kata-kata Wataru. Lalu aku berkata, “Oke. Doakan aku ya.”


-*-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar