Follow Me @aoifideco

@aoifideco

Kamis, 24 Mei 2012

A Worth-It Waiting (4)

Tak cukup mulut yang bernyanyi, tak cukup mulut yang memuji... Melakukan firman-Mu, itulah pujian sejati – Pujian Sejati




Seminggu kemudian, Wataru diperbolehkan pulang. Meski begitu, aku masih nggak ngerti kenapa dia harus minggat, dan bisa masuk ke sekolah yang sama denganku *walaupun dalam wujud Fuyuki Yoshida -__-*


“Kak,” aku duduk di samping Wataru yang sedang duduk santai di beranda sambil makan waffle.

Dia menoleh. “O, Akane :D Kenapa?” dia bertanya sambil tersenyum kecil.

Aku meringis. “Nggak apa – apa, kok. Aku cuma mau tanya sesuatu sama Kakak :3 Tapi, aku takut kalau itu bakal menyinggung perasaan Kakak :\” kataku.

Dia tertawa, “Hoahahaha~ XD Nggak, aku tahu kok, kamu mau tanya apa. Hehehe~ Ini pasti tentang alasanku minggat, dan bisa jadi ‘Fuyuki’ di sekolah, kan?” katanya sambil meringis balik.

Memang benar. Dia Fuyuki, sang ketua OSIS di Kimura Yasube Senior High School. Wah...

“Iya :D hehehe~ Kok tahu?” tanyaku sambil setengah ketawa.

“Karena aku adalah kakakmu dari dulu XD Hahahaha~” jawab Wataru sambil ngakak.


Dasar.


“Ehm... Jadi kenapa?”

Lalu dia mulai bercerita.

-O0O-

Pasti sebel, kan, kalau sahabatmu sendiri mengolok – olokmu sebagai tukang contek? Harga dirimu seperti diinjak – injak orang.

Nah, itulah yang kualami 5 tahun yang lalu. Akira, sahabatku yang lain – benar – benar kecewa karena aku malah kabur dari rumah setelah ngomong kasar pada orang tuaku. Meski begitu, dia masih mau menjadikanku sebagai sahabatnya, bahkan dialah yang berusaha meyakinkan Otoosan dan Okaasan bahwa sebenarnya aku nggak mau ngomong seperti itu.

Oke, jadi begini. Waktu itu, aku sedang mengerjakan ulangan susulan bahasa Jepang. Nah~ saat guru yang mengawasi keluar dari kantor guru, tiba – tiba kertas yang ada di mejanya tertiup angin. Mau nggak mau aku mengambilnya, ya kan?

Tapi~ begitu aku (nggak sengaja) melihat kertas itu, ternyata itu adalah jawaban dari soal ulangan kelas 4 SD *guruku ini juga menjadi guru di tingkat*. Begitu sahabatku melihatnya, dia (dengan spontan) langsung memanggil guru yang bersangkutan *walaupun saat itu kertasnya sudah kembali ke mejanya*. Nah, guru itu nggak langsung menghukumku, sih. Beliau bertanya, apakah aku mencontek atau nggak. Yaa~ aku langsung jawab nggak. Tapi temanku itu masih nekat bilang kalau aku melihat kertas yang ada di mejanya.

-___- Jadilah aku tetap dihukum *belakangan aku tahu dari Akira, guru itu langsung minta maaf padaku. Tapi aku nggak tahu, karena waktu itu aku masih diskors. Dan waktu aku masuk lagi, guru itu cuti melahirkan – sampai aku lulus. Aneh, kan?*. Nah, begitu aku sampai di rumah, tanpa sadar aku langsung ngomong kasar. Padahal di sana sudah ada Otoosan dan Okaasan.

Jelas mereka nggak terima. Otoosan langsung menampar pipiku, sedangkan Okaasan memarahiku. Mereka sampai bilang kalau mereka nggak mau punya anak kasar. Kemudian, aku langsung masuk ke kamar, dan segera membereskan apa saja yang bisa kubawa. Yaa~ tahu sendiri, kan? Aku minggat setelah itu, tepat setelah aku menulis surat kepada mereka bahwa aku minggat.

Awalnya, aku mau pergi ke rumah Akira. Tapi, saat aku melihat Akira yang *ternyata* sedang berjalan ke rumahku, dia langsung mengajakku ke rumah nenekku yang berada di samping rumahnya. Kemudian, Nenek yang kaget dengan kedatangan – mendadakku langsung menelpon Otoosan. Otoosan bilang, bahwa sebenarnya waktu itu, beliau dan Okaasan sedang stres karena rumah makan mereka sedang krisis keuangan. 


Jadi, Otoosan sekalian minta maaf padaku. Beliau juga bilang agar sebaiknya aku tinggal sementara di rumah Nenek, soalnya... mereka juga masih syok dengan kelakuanku tadi. Terutama Okaasan. Okaasan sampai trauma karena punya anak cowok yang *sebenarnya tidak* suka ngomong kasar. Lalu, aku menjelaskan apa yang membuatku bisa ngomong kasar seperti tadi – pada Otoosan.

Otoosan lumayan mengerti *walaupun aku masih juga diceramahi -___-*. Apalagi, Akane juga syok saat tahu hal ini. Akhirnya, sampai kelas 2 SMA aku tinggal di rumah Nenek. Oke, kesannya aneh kan? Tapi ternyata, aku tahu belakangan, bahwa ini dilakukan agar aku bisa memperbaiki sikapku. Sekarang, aku jadi ketua OSIS. Mungkin kalau aku nggak didisiplin begitu sama Otoosan, kata – kata kasarku bisa tambah lagi :\

-O0O-


“Oh, aku mengerti :) Jadi itu sebabnya Kakak minggat. Aku heran, selama ini kan kita satu sekolah. Tapi kenapa aku hampir nggak pernah lihat Kakak ya?” aku tersenyum saat cerita Wataru berakhir.

“Yahh~ Mungkin Tuhan punya maksud lain, kenapa kita harus berpisah untuk sementara. Tapi buktinya, setelah aku pergi, kamu malah jadi mandiri, kan?” dia tertawa sambil menyuap satu sendok waffle-nya.


Aku meringis. “Dasar -__- dari dulu aku juga sudah mandiri -3-“ Ngomong – ngomong, aku mau tanya, nih. Soal Kyoko,” kataku.

Dia bertanya, “Adiknya Akira, kan? Dia sakit pneumonia, lho. Kamu ada rencana menengoknya?”


“Gimana mau nengok, Kyoko kan ada di Cina -__-“ jawabku sambil tersenyum masam.

Dia cuma melongo. “Cina? Jauh amat --" Kasihan Akira, sejak tahu Kyoko sakit parah, dia jadi kurus begitu,” katanya *menyisipkan rasa kasihan*

Aku mengangkat bahu. “Ya~ Aku tahu, sih gimana perasaan Kak Akira. Kelihatannya sih, keluarga Kyoko belum ngomong apa – apa sama pihak sekolah,” tambahku *menyisipkan rasa heran*, “padahal, Kyoko kan salah satu anak emas sekolah.”


“Pasti keluarganya punya alasan untuk itu. Ngomong – ngomong, dia kan punya twitter. Coba kamu tanyakan ke dia,” usul Wataru sambil membawa piringnya keluar dari beranda.


-O0O-


@Kyokochan_Kanagawa wish healthier than b4 >< I’ll miss @Blue_AkaneHaibara, @Yamamura_Kanachan :(                                                                                                          2h


>< aku juga bakal kangen sama Kyoko!!


Aku mencoba mengirim message ke Kyoko lewat Twitter, dan dia langsung membalasnya. Ha!


Akane~ ><
Kata dokter, pneumoniaku udah mulai parah. Hiks!
Beliau bilang agar aku bisa segera operasi. Tapi orangtuaku bilang nggak boleh. Mereka takut kalau aku kenapa – napa.
Aku takut kalau, kalau, yaa... tahu sendiri kan, kamu? Huee~ TT



Dari pesannya saja, aku tahu dia mau ngomong apa. Dia takut kalau operasinya nggak berhasil.


Kyoko~ ><
Jangan ngomong gitu, ah. Percaya aja, kalau Tuhan pasti menolongmu ^^ Jangan patah arang ya :)


Terus aku tidur saking ngantuknya XD

-O0O-


“Akanee~”

Kana langsung menubrukku begitu aku sampai di kelas keesokan harinya.


“-___- ini anak lebay banget deh XD” aku nyengir ke arah Kana, “kenapa kamu?”


Tanpa ba bi bu, dia langsung menjawab,


“Hari ini Kyoko dioperasi!!”



Kana menjawab sambil mengacungkan telunjuknya *dasar aneh*



“Hah?” aku melongo :O


“Terus!!  Kalau dia sudah selesai operasi, dia bakal balik ke rumah neneknya di Osaka, di desa. Sedih deh L” Kana berkata – kata tanpa menarik nafas sama sekali *oh wow*


“Kana J” aku *masih* berusaha sabar di depannya, “Kyoko pasti baik – baik saja, kok. Kamu ngerti, kan? Selama dia di kelas, dia bisa jadi ketua kelas yang baik. Sampai ada yang bilang kalau dia bisa dicalonkan jadi ketua OSIS.”



“Jadi?” Kana bertanya.


“Jadi, kamu harus percaya kalau dia bisa melewati masa – masa kritis itu. Ha! Atau kamu takut kalau dia keluar, kamu malah dijadikan ketua kelas?” aku bertanya sambil setengah nyengir.


“XD ha! ketahuan juga deh XD dasar Akane -3-“ Kana tertawa, lalu ikut masuk ke kelas.


Sekilas, aku menengok ke luar. Kalau naluri detektif aneh dan mistis itu benar, berarti ada cowok yang menguping di dekat tembok koridor selama aku dan Kana ngobrol.


Eh...




-O0O-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar