Follow Me @aoifideco

@aoifideco

Senin, 08 Juli 2013

Alexa's School Diary (1)

Hai hai haiii~ maaf aku udah lama nggak nge-posting di blog :3 Sibuk selama tes dan membahas banyak hal di gereja *ecieeee :D #plak*

Btw, ini cerita yang kukarang di sekolah (lagi) -- meski kepotong-potong, karena sebenarnya ini jadi tugas (yang nggak dinilai :P) hahaha~



Selamat membaca! -u-






Thanks to them,
who change my opinions
about friendship,
family,
God,
  and love...

...
“Bagaimana kondisi teman saya, Dok?!”

Dokter itu berusaha menenangkan Joseph. “Dia baik-baik saja. Sepertinya dia mengalami tekanan mental yang cukup besar, di samping kondisi tubuhnya yang lemah seperti itu,” katanya sambil tersenyum.
Sesudah dokter itu masuk ke ruang perawatan, Joseph hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri.

“Ini salahku. Seandainya aku tidak pindah ke sekolah ini, dia tidak perlu mengalami tekanan sebesar ini.”

Dan laki-laki itu mulai menangis, sibuk menyalahkan dirinya, dan terus memikirkan gadis itu...

--*--



Sinar matahari menembus jendela kelas 10-F. Harum bunga matahari memasuki kelas itu, bersamaan dengan masuknya wali kelas mereka. Di samping wanita berusia tiga puluh tujuh tahun itu, berdiriliah seorang laki-laki.

“Anak-anak,” wali kelas itu menepukkan tangannya sebanyak tiga kali, meminta perhatian anak-anak yang masih sibuk ngobrol dengan teman-teman mereka.

Dan yang terlintas di pikiran mereka (saat melihat laki-laki itu, tentu saja) adalah seperti ini,

“Wow~ Ah, biasa aja, kali~” – grup Z
“Siapa ini?” – pengurus kelas
“Omoo~ Kelihatannya dia pintar ya.” – para calon peraih 10 besar
“Waahh... Sasaran empuk, nih.” – grup A

“Silahkan perkenalkan dirimu, Nak.” Wali kelas mereka menyuruh laki-laki itu untuk memperkenalkan diri.

“Perkenalkan,” laki-laki itu tersenyum. “Namaku Timothy Joseph. Aku telat masuk sekolah, karena ada beberapa hal yang harus kuselesaikan. Mohon bantuannya.”



“Hei,” Stella memanggil Alexa yang duduk di depan. “Dia teman sekelasku sewaktu di JHS dulu!!”
Alexa nyengir. “Ehm, ada yang suka sama laki-laki di depan sana, nih,” kata gadis itu, kemudian tertawa kecil.

Stella menggembungkan pipinya. “Aku bilang dia teman sekelasku sewaktu di JHS. Aku tidak bilang kalau aku menyukainya, kan?”
“Barusan kamu sudah bilang,” Alexa berkata. Dan dengan tangkas dia menghindari pukulan kecil Stella.



“Adakah orang yang kamu kenal di kelas ini?” tanya si wali kelas pada Timothy Joseph.



“Omong-omong, siapa nama panggilannya?” tanya Alexa penasaran.
Stella meringis. “Ha! Kamu suka sama dia! Aku nggak akan memberitahumu :P.”
“Dasar,” Alexa bergumam sambil menengok kembali ke depan.



“Ada satu, Ms.. Itu, yang duduk di belakang gadis yang memakai kacamata merah,” jawab murid baru itu sambil melirik sekilas ke arah Alexa.

Apa maksud si murid baru itu? Kenapa dia melirikku tadi? pikir Alexa heran. Belum pernah ada laki-laki yang meliriknya seperti itu. Eh, entahlah. Apa, sih yang kupikirkan?! Jangan memikirkan yang tidak-tidak, Alexa!! Alexa mencoba untuk kembali berpikir jernih.

“Oh, maksudmu Stella, ya? Stella, apakah kamu kenal dengannya?” tanya wali kelas mereka sambil menunjuk ke arah murid baru itu.
Stella mengangguk. “Iya, Ms..”, dan gadis itu segera menyikut Alexa. “Kalau ada sesi tanya jawab, kamu tanya saja sama dia, siapa nama panggilannya.”
Alexa meringis. “Hei, tidak semudah itu, tahu.”

Sesi perkenalan dengan murid baru itu selesai dalam waktu 5 menit. Dan sayangnya, tidak ada sesi tanya jawab. Jadi, Alexa harus bertanya sendiri pada murid baru itu.
“Semoga sukses, Alexa!” Stella menyemangati Alexa, setelah kelas bubar. Alexa hanya meringis.


“Ehm, Timothy Joseph?” Alexa memanggil murid baru itu sambil mencoba untuk tersenyum padanya. Yang dipanggilnya pun tersenyum. “Ya?”

Langka sekali, ada yang memanggil nama lengkapku, pikir Joseph heran dan bercampur penasaran. Penasaran tentang gadis yang memanggil nama lengkapnya barusan.

“Boleh aku tahu, siapa nama panggilanmu?” tanya Alexa padanya.

Oh, ya. Tadi aku belum menyebutkan nama panggilanku. Ini konyol, pikir Joseph lagi, dan menyadari bahwa dirinya cukup bodoh (setidaknya saat ini).

“Nama panggilanku Joseph. Sebenarnya, nama lengkapku Timothy Joseph Wellington. Oh, ya. Aku belum tahu namamu,” kata Joseph sambil meringis.

Alexa tersenyum. “Namaku Alexa. Eunike Alexa Zealend. Senang berkenalan denganmu, Joseph,” dia menyalami laki-laki itu.

Joseph hanya bisa termangu. Gadis itu unik. Jarang ada yang mau bersalaman dengannya, kecuali orang-orang terdekatnya. Apa maksudnya ini?
Walau begitu, Joseph tidak peduli. Selain gadis itu unik, dia juga memiliki ciri yang berbeda dari teman-temannya yang lain. Entah apa ciri itu. Yang jelas, Joseph beranggapan bahwa Alexa adalah seorang gadis yang menarik.


“Ngomong-ngomong, aku salah satu pengurus di kelas. Kalau ada apa-apa, tanyakan saja padaku. Atau tidak, kau bisa bertanya pada ketua kelas kita.”

Dan detik itu juga, Alexa langsung tertohok. Apa yang kubicarakan? Kalau ada apa-apa, tanyakan saja padaku? Ini konyol! Aku belum pernah berkata-kata seperti itu pada laki-laki manapun, pikir Alexa syok. Syok karena terlalu cepat untuk berkata-kata.

“Oke.” Dan anehnya, Joseph menyetujuinya dengan senyuman. Senyuman yang belum pernah dilihat Alexa. Bukan senyuman buas, atau senyuman licik, atau senyuman sinis... Tapi itu adalah senyuman yang ramah. Bukan hanya itu, gumam hati Alexa. Senyuman yang tulus, ralat Alexa, sambil balas tersenyum pada Joseph. Dan berharap, bahwa senyuman itu adalah senyuman pertama pada Joseph. Pada teman barunya. Di hari ke 7 di sekolah yang baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar