Follow Me @aoifideco

@aoifideco

Rabu, 23 November 2011

Let It Flow *Part 1*

Aku tidak ingin perasaan ini lenyap begitu saja. Aku hanya ingin agar perasaan ini mengalir terus... –thx. Ms. Galuh ^^-



Angin musim dingin bertiup kencang. Daun – daun pohon apel di sekitar rumah mulai gugur. Bulan November yang suram, tapi juga penuh pengharapan...



“Aku berangkat!” kataku sambil membetulkan syal bergradasi biru muda, lalu berjalan menuju ke gerbang rumah.


“Hati – hati, ya!” pesan Mama sambil melambaikan tangan.



Hari ini, 11 November. Aku merasakan sesuatu yang berbeda dari biasanya. Entah kenapa, angin kali ini membuatku merasa hangat, seolah – olah diselimuti rasa bahagia.



“Rie!” aku mendengar seseorang memanggilku. Aku menoleh. Hajime sedang berjalan sambil setengah berlari ke arahku.

“Hajime!” aku tersenyum melihat Hajime yang kemudian membetulkan rambutnya yang rusak karena angin.


Hajime kemudian bertanya setelah membetulkan rambutnya, “Sudah mengerjakan PR Sejarah?”

Aku mengangguk, “Sudah dong. Hehe... Kenapa? Mau nyontek?”



Hajime menggeleng, “Ada 1 soal yang nggak kumengerti. Itu... Tentang apa saja yang masuk setelah Restorasi Meiji.”

“Oh, itu. Ada banyak lho. Sabun, uang, barang – barang perdagangan juga masuk,” jawabku.


Sementara aku berbicara, aku merasa Hajime terus menerus melihatku. Haloo? Ada apa, sih?



=-=



“Rie!”


Apa – apaan ini? Kenapa namaku dipanggil terus, sih? -_-



“Sakura? Ada apa?” aku menoleh dari kotak sushi makan siangku.


Sakura – sahabatku – menjawab sambil meringis,



“Hayo, tadi kamu memanggil si Enomoto – nama keluarga Hajime – dengan nama panggilannya, kan? Wah, wah... Ternyata sudah ada yang harus dimintai pajak :D” Sakura terus tertawa. Oi, oi...

“Apa?” aku menoleh ke sana kemari. Berlagak bodoh nih :D

“Weh... Pura – pura bodoh, ya? Kamu, tuh yang kumaksud!” kata Sakura sambil terus mengerjaiku.


Sementara itu, di kelas sudah semakin banyak teman yang masuk. Ukh... Kurasa aku harus segera menghentikan perdebatan ini.


-*-


Semakin kamu memaksa, aku lebih suka untuk meninggalkanmu. Maaf.


TENG! TENG! Lonceng itu berbunyi. Hore! Pulang :D


(SREG) Aku menggeser pintu kelas yang tertutup gara – gara temanku iseng menutupnya dengan terburu – buru. Di luar kelas, aku mendapat kejutan yang (ampun, aneh) nggak disangka – sangka.

“Hajime?!” aku kaget setengah mati saat melihat Hajime berdiri di depan kelasku. Mau ngapain, nih anak?!


“Oke, aku cuma mau ngomong, kok. Ehm, besok aku, kan ada tes masuk Senior High School (SHS) di Washington D.C. Sebenarnya, Rie... Apa yang mau kuomongkan ini nggak begitu penting buatmu, mungkin. Tapi buatku ini penting. Tolong jawab pertanyaanku. Apa kamu sedang menyukai seseorang?” Hajime bicara panjang lebar sambil menatap dalam mataku.



“Hah? Aku? Ehm... Nggak. Aku nggak mau ditolak untuk kedua kalinya :’) Aku cuma ingin semuanya mengalir begitu saja. Hidup ini, kan harus terus berjalan. Nggak ada waktu untuk santai. Sebentar lagi, kan kita mau ujian,” jawabku sambil tersenyum (rasanya sakit kalau kita mengakui bahwa kita pernah ditolak).


“Oh, I see. Ehehehehe...” Hajime meringis.

“Memangnya kenapa? Apa ada yang salah kalau aku menyukai seseorang?” tanyaku *dengan setengah menyindir*


“Nggak, kok. Aku cuma, yah.. mau tanya aja. Kalaupun misalnya aku sedang nggak suka sama seseorang, ya... Aku seneng, kok.” Hajime segera melayangkan pandangannya ke langit.




HALOO? Apakah temanku yang satu ini juga sedang galau?


“Aku nggak mau ngomong yang sebenarnya. Sudah cukup kita disibukkan sama ujian dan tugas – tugas lainnya. Kamu, kan juga aktif di gereja. Tapi, cuma ada satu hal yang mau kukatakan padamu.”



Karena Hajime berbicara dengan suara yang *kurasa* terlalu pelan, maka kudekatkan diriku padanya. Dan, boo! Dia memegang tanganku!



“Apa kamu mau berjalan bersamaku?”


Dan dia serius! Dia mengatakannya dengan begitu jelas. Ukhh... Mukaku pasti merah sekarang -3-“


“Hajime, apa itu benar?” tanyaku, menatap wajahnya. Hajime mengangguk. Dengan sangat meyakinkan. Uphh...


“Maaf, kamu jadi bingung, kan?” Kemudian dia melepaskan tanganku, lalu kembali melanjutkan, “Waktu kita masih SD, kamu terlihat, terlihat... yah, alimlah *aphaa?*. Tapi sejak kita satu kelas lagi di sini, aku melihat perubahan besar dari dirimu. Kamu semakin terbuka dengan yang lain, selalu berpikir optimis, dan... Nggak pernah tega kalau ada temanmu yang sedang menghadapi masalah.”

Aku tersenyum melihatnya. Tapi sayang sekali, aku nggak mau.


“Maaf, Hajime. Aku nggak mau kalau kita jalan sekarang. Aku masih butuh waktu untuk berteman dengan yang lain,” kataku.


Tapi Hajime nggak menyerah, “Aku akan terus menunggumu! Sampai kamu akan bilang kalau kamu menyukaiku!”

Tapi, maaf saja. Jawabanku tetap TIDAK. Alasannya?


“Aku nggak suka kalau ada cowok yang suka memaksakan kehendaknya. Itu nggak adil. Dan aku nggak mau pasangan hidupku seperti itu. Ingat, pacaran itu untuk menentukan rumah tangga kita. Jadi, maaf.” Dan aku pergi dari situ.



*-*


Aku uda nggak kuat lagi, Kak. Apa yang harus kulakukan?



“Oke, Rie. Apa yang mau kamu bagikan?”



Tatapanku kosong. Aku nggak tahu siapa yang sedang berbicara denganku. Kejadian siang ini benar – benar menghilangkan keinginan untuk melakukan apa – apa.


“Eh? Apa?” aku menoleh. Bagus, sekarang tatapanku tertumbuk pada Ken, seorang kakak kelasku.

“Sudah 3 kali aku memanggilmu, Rie. Ada apa, sih?” tanya Ken. Oh, ampun. Apa nggak ada yang lebih indah lagi selain dicecar terus?



Aku menghela nafas, lalu menjawab, “Aku ditembak hari ini.”


Seisi ruangan hening seketika. Asami yang sedang menata kursi langsung menoleh ke arahku. Risaburo yang sedang mematikan 2 AC di belakang kami langsung berkata, “Hah? Ditembak? Kok, kamu masih ada di sini?”




-_- oi, ini serius.


“Aku pulang duluan, ya. Daah, Ken, Asami!” aku pura – pura beranjak dari kursiku.


“Eh, eh, eh~ Bercanda, kok XD By the way, siapa, sih yang menembakmu?” tanya Risaburo sambil mengulum senyum.


“-3-“ sama teman sekelas, kok. Namanya Hajime,” jawabku.



Ken *lagi main HP* langsung mengarahkan pandangannya padaku. Hah?




“Apa? Kapan? Di mana?” tanya Ken.



“Woww... Ken panik. Ahahahahaa~” Asami dan Risaburo tertawa.


“Berisik!” Ken segera menengahi perdebatan XD


Aku tersenyum. Yah, maklum saja, deh. Persekutuan Doa kali ini benar – benar buat melampiaskan rasa galau :D


“Oke, oke. Jadi, apa jawabanmu, Rie, buat tembakan temanmu itu?” tanya Asami.


“Aku jawab nggak,” jawabku sambil meringis.



“YES!” Ken langsung bersorak, sementara Risaburo mengepalkan kedua tangannya *habis menang main di Angry Bird? Ha!*


“Hei, hei. Kalian ini, senang sekali ya ada orang galau,” kata Asami sambil menggeleng – gelengkan kepalanya.


“Biarkan saja, deh. Aku cuma ingin perasaan ini mengalir. Hehe~” aku tertawa kecil.



Asami menepuk – nepuk kepalaku, “Aduh, adikku sudah besar :D *adik? Bukan, sih. Aku adik kelasnya X)*


Dan entah kenapa, Ken dan Risaburo langsung berhenti menunjukkan rasa senangnya. Lho?



Part 2, wait it guys! :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar