Dan aku memberikan hidup yang
kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama – lamanya
dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tanganku. Bapaku, yang
memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorang pun
tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa – Yohanes 10 : 28 – 29
Rumah
duka semakin banyak dikunjungi keluarga, sahabat, dan juga kerabat Kyoko yang
datang untuk melayat. Jam menunjukkan pukul 7 malam saat upacara penghiburan dimulai.
Keluargaku
duduk di sebelah keluarga Kana. Sedangkan aku dan Kana duduk di tempat
penerimaan sumbangan. Kulihat keluarga Kyoko tampak tabah. Mungkin karena
mereka sudah bisa merelakan Kyoko? Entahlah.
“Akane,”
Kana memanggilku, “kita kembali ke keluarga kita, yuk. Di sini sudah ada sepupu
Kyoko.”
“Kalian
kembali saja. Biar aku yang menggantikan kalian,” katanya sambil tersenyum.
“Terima
kasih,” kami balas senyumannya.
“Oya.
Kyoko sempat menulis surat untuk kalian berdua. Dia menitipkannya padaku,” kata
sepupu Kyoko sambil memberikan 2 amplop. Masing – masing bertuliskan
‘Akane-chan’ dan ‘Kana-chan’
“Terima
kasih lagi J”
kataku sambil tersenyum. Lalu kami meninggalkan tempat itu.
-*-
Sesampainya
di rumah, aku membuka surat itu. Otoosan
dan Okaasan sudah tidur. Mereka
kelelahan karena harus mengurus restoran mereka, yang ternyata sangat ramai
belakangan ini.
Akane...
Aku senang karena kamu mau jadi
sahabatku selama ini. Maaf kalau aku berbohong
tentang penyakitku padamu selama ini.
Sebenarnya aku ingin sekali
memberitahu Kana dan dirimu bahwa aku sedang sakit. Hanya saja, aku belum siap.
Sampai akhirnya kalian tahu dari Kak Akira. Ya, kan?
Aku suka sekali bersekolah di
Kimura Yasube. Teman – teman sekelas juga memberiku kesempatan padaku untuk
menjadi ketua kelas. Dan jelas, aku juga nggak mau mengecewakan mereka.
Akane, Kakak baru saja bilang
padaku bahwa dia sangat menyukaimu. Eh, bukan hanya menyukai. Dia sangat
mencintaimu. Dia bilang bahwa dia akan melakukan apapun untuk melindungimu.
Terus aku bilang, ‘Terserah Kakak. Pokoknya jangan sampai melukai sahabatku.
Ha!’. Dia berjanji.
Akane, ini bukan permintaan
terakhirku. Kalau kamu memang nggak suka sama Kakak, tolong jagai dia. Jangan
sampai dia terlalu bersedih karena aku. Kurasa, dia memang telah menganggapmu
sebagai penggantiku. Yah, itu nggak salah, kan? Aku nggak mau Kakak menderita.
Hanya itu.
Ups, dokter yang akan
mengoperasiku datang. Aku harus pergi, hehe~ ^^ Sampai jumpa Akane. Sekali
lagi, terima kasih untuk setiap kenangan yang telah kamu berikan dalam hidupku.
Dan tolong jagai Kak Akira, ya. Aku tahu kamu pasti bisa, Akane!
PS = Kalau aku sudah nggak ada,
kamu mau untuk merawat tanaman yang ada di rumahku, kan? Oya, tolong berikan manisan
buatanku ke Pak Kirishima ya. Katakan padanya bahwa aku juga menyukainya, sama
seperti beliau.
Xoxo,
Kyoko-chan
Pesan
Kyoko banyak sekali --" Pertama, dia ingin agar aku menjagai Kak Akira
*boleh dicoba*. Kedua, merawat tanaman yang ada di rumah Kyoko *di rumah, hanya
Kyoko yang bisa merawat tanaman*. Ketiga, memberikan manisan pada Pak
Kirishima. Keempat, mengatakan pada beliau bahwa...
Kyoko
juga suka sama Pak Kirishima?!
“Akane!”
Wataru masuk ke kamarku, “kamu kenapa sih? Kok, belum tidur? --"” tanyanya
sambil melihatku.
“Nggak
apa – apa. Aku sedang membaca surat dari Kyoko,” kataku, “ngomong – ngomong,
ini jam berapa?”
Wataru
menggeleng – gelengkan kepala, “Dasar. Ini sudah jam 12 malam lho.”
Ya
ampun.
Memikirkan
bahwa ada cinta yang bersemi di antara guru dan murid itu sesuatu banget deh. Ha!
“Ayo
tidur. Jangan salahkan aku kalau besok kamu baru bangun jam 1 siang --"”
kata Wataru sambil menutup pintu.
Dan
dasar aku yang penurut, aku-pun langsung mematikan lampu tidur setelah Wataru
keluar.
-*-
“Dan
siapapun yang hidup, pada akhirnya dia akan kembali pada debu; karena Allah
membuat dia dengan debu pula...”
Jam
12 siang. Suasana pemakaman semakin ramai, sementara pendeta dari gereja Kyoko
mengucapkan kata – kata penghiburan kepada keluarga Kyoko.
Walau
begitu, keluarga Kyoko kelihatan tabah, tegar, dan kuat saat melihat peti Kyoko
dimasukkan ke dalam perapian untuk dikremasi. Nggak ada yang namanya air mata
dari mereka (setidaknya untuk saat ini).
Kemudian,
pendeta itu melemparkan bunga ke dalam perapian. Disusul orangtua Kyoko, Kak
Akira, dan kerabat Kyoko yang lain.
“Tunggu,
bunganya masih sedikit. Akane, Kana. Ayo, kalian juga. Lemparkan bunga ini ke
dalam,” kata Tante Harumi sambil menyodorkan sekeranjang bunga padaku dan Kana.
Aku
menoleh ke arah Kana. Kana-pun mengambil keranjang itu. Kemudian, kami
menaburkan bunga di sekitar peti Kyoko.
“Kyoko,
walaupun kamu sudah nggak ada, tapi kami masih bisa mengingatmu. Kamu sahabat terbaik
buat kita!” kata Kana yang berusaha untuk nggak menangis.
Aku
berkata, “Sayonara, Kyoko. Aku janji,
akan melakukan setiap permintaanmu, walaupun itu harus kulakukan seumur hidupku.”
“Hah?
Maksudmu apa, Akane?” tanya Kana heran.
Aku
tersenyum. “Nggak apa – apa. Ayo kita kembali.”
-*-
Proses
kremasi sendiri menghabiskan waktu hampir 4 hari. Karenanya, kami-pun
meninggalkan tempat kremasi itu.
Aku
melihat lampu itu. Lampu yang seperti sirine itu terus berputar, lampu merah
itu terus menyala, tanda bahwa proses pembakaran sedang berlangsung.
“Akane
nggak pulang?” pundakku ditepuk seseorang.
“Eh...
Iya, aku pulang dong, Kak :)” jawabku saat menyadari bahwa Kak Akira yang
memanggilku.
Kak
Akira berkata, “Aku jadi ingat waktu melihat lampu itu. Lampu itu
mengingatkanku pada proses kremasi kakekku. Waktu itu, Kyoko masih sangat
kecil, mungkin sekitar 5 tahun. Dia terus menangis, dia tahu bahwa kakeknya
nggak akan kembali. Dia bilang bahwa dia nggak mau kakeknya dikremasi seperti
itu. Sekarang, saat Kyoko dikremasi, aku-nya yang nggak mau.” Dia melihat ke
arah lampu itu. “Aku memang bodoh, aku nggak bisa jadi kakak yang baik buat
dia,” dan Kak Akira-pun menggigit bibir.
“Kak
Akira jangan bilang begitu, ah. Aku yakin, kalau Kyoko pasti bangga punya kakak
seperti Kakak,” kataku sambil mengajak dia untuk duduk di tangga di dekat
tempat itu.
Dan
entah aku yang salah lihat atau memang benar begitu, Kak Akira menangis. Waktu
dia menangis, yang pertama kali kuingat adalah Wataru yang menangis karena dia
nggak bisa mendapat peringkat pertama di kelas 6 SD dulu.
Aku
memegang punggung tangan Kak Akira. Setidaknya aku ingin menghiburnya. Tapi,
entah kenapa... Aku malah menangis juga :’( Menangis sambil melihat taman yang
indah itu... Tuhan, kuatkan kami... Bantu aku juga untuk bisa menepati janjiku
pada Kyoko
-*-
2
hari kemudian..
“Begitu,
ya? Jadi dia juga menyukaiku?” kata Pak Kirishima sambil melihat manisan buatan
Kyoko.
Sesuai
janjiku, aku sudah mulai menyirami tanaman di rumah Kyoko, memberikan manisan
pada Pak Kirishima, dan mengatakan bahwa Kyoko juga menyukai guru Fisika
kami...
“Iya,
Pak. Maaf, ya. Mungkin hanya itu yang bisa saya sampaikan. Tapi, itu yang Kyoko titipkan pada saya,” jawabku.
Pak
Kirishima berkata, “Yah... Aku yang pertama kali bilang bahwa aku menyukainya.
Gadis itu sangat mengagumkan. Dia betul – betul bisa jadi terang untuk
kelasnya. Kamu tahu, Akane? Dialah yang menjadi inspirator buatku di sekolah
ini. Tapi ingat, jangan bilang siapa – siapa, ya.”
Kyoko,
kamu dengar kan, apa yang dikatakan Pak Kirishima barusan? Hidupmu betul –
betul dipakai Tuhan untuk menjadi inspirasi orang yang kamu cintai...
“Akane~!
Ayo!” Kana memanggilku dari luar kantor guru.
“XD
Sebentar dong. Hahahaha~ Permisi, Pak :D” Aku segera keluar dari kantor guru.
Setibanya
di luar, Kana berkata, “Eh, tadi kamu dicari sama Kak Akira, lho.”
Aku
langsung menepuk dahi.
“Ya
ampun!! Aku lupaaa!! Mana dia?!” kataku panik. Kana menunjuk ke arah
perpustakaan. Dan aku langsung ngacir ke sana XD
-*-
“Jadi,
ada apa, Akane?” tanya Kak Akira, begitu aku duduk di depannya.
Aku
meringis. “Eh, nggak kok. Ehmm.. Mau ketemuan di Starbucks, nggak? Besok Sabtu,
sepulang sekolah?” kataku, “ada yang ingin kutanyakan pada Kakak.”
Kak
Akira tersenyum. Oya, senyum yang jarang diperlihatkannya pada orang lain
selain Kyoko dan orang – orang yang sangat dikenalnya. “Boleh.”
-*-
Ecieee~ wkwkwk~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar