Follow Me @aoifideco

@aoifideco

Jumat, 04 Juli 2014

I Promise that I will...

NB 1: ditulis oleh seorang remaja yang (sebenarnya) nggak tahu apa-apa tentang the wedding vow. Jadi maaf kalo ada yang salah :')



Guyss, beberapa minggu yang lalu, aku nge-share sebuah post tentang seorang pengusaha yang mempunyai istri yang lumpuh sejak dia melahirkan anak keempat mereka. Dan dia merawat istrinya selama hampir 25 tahun! :O Dia berjanji untuk tidak meninggalkan istrinya, lalu menikah lagi dengan orang lain, walaupun anak-anaknya sudah meminta pengusaha tersebut untuk menikah lagi.


Terus aku nge-share post itu di FB. Dan ada temenku yang mengomentari kaya’ gini nih,


“Berjanji mengasihi, menyayangi dan saling setia sepanjang waktu, baik pada waktu suka maupun pada waktu duka, baik pada waktu berkelimpahan maupun pada waktu kekurangan, baik pada waktu sehat maupun pada waktu sakit, sampai kematian memisahkan.”



FYI ya, yang dia tulis itu janji pernikahan lho :$ *eh*



Pasti dong, kita mau agar waktu our holy matrimony nanti, kita bisa mengucapkan the wedding vow kepada PH kita kelak :) apa ada yang nggak mau?? Wkwkwk~




Guys, walopun aku belum nikah *ya yes, pacaran aja belum! :v #plak #kode #lhoh*, tapi aku pengen buat ngebahas tentang janji pernikahan itu. Biar besok kalo merid bisa ngucapin janji itu dengan sungguh-sungguh, dan benar-benar memaknainya setelahnya :)



Setahuku, janji pernikahan dibuat untuk mengikat komitmen di antara memperlai untuk sungguh-sungguh saling mengasihi dalam kondisi apapun, termasuk di dalam kondisi yang paling tidak menyenangkan dalam kehidupan mereka.



Cerita yang aku share di awal post ini mengingatkanku pada sebuah pengalaman yang ditulis Kyle Idleman, penulis Not a Fan dan Gods at War, saat beliau baru saja menikah.


Dalam buku Not a Fan, beliau menceritakan saat beliau dan istrinya sedang menjenguk sepasang suami istri dari gereja mereka yang sedang berjuang melalui masa sulit. Sang suami menderita kanker dan menjalani pengobatan kemoterapi plus radiasi yang sangat agresif. Beliau menceritakannya kurang lebih seperti ini:



... Kami sedang berada di dalam kamar tempat ia dirawat, membaca Alkitab dan bersiap mendoakannya, tiba-tiba saja tercium aroma yang kuat. Jelas ia tak sengaja buang air besar, maka saya pun cepat-cepat berdpa dan mohon diri. Saya berdiri di ruang tunggu sambil menggenggam tangan istri saya. Saya menyadari apa yang terjadi di seberang pintu. Sang suami terlalu sakit untuk mengontrol isi perutnya dan terlalu lemah untuk membersihkan dirinya sendiri. Istrinya sedang mengganti popoknya. Selang beberapa menit, ia keluar dan saya tak akan pernah melupakan apa yang dikatakannya. Sambil tersenyum kecil ia berkata, “Di waktu sakit dan di waktu sehat...” Dan saya mengingat akan apa yang sedang saya pikirkan, “Oh... jadi itulah arti kata-kata itu.”



Sang istri yang diceritakan Kyle Idleman benar-benar menghayati janji pernikahan itu. Dia bukan hanya pernah mengucapkannya, tapi dia benar-benar memaknai janji itu dalam hidupnya, bahkan saat suaminya sedang sakit parah.



Sayangnya Guys, nggak jarang orang-orang nganggep janji pernikahan itu cuma ucapan doang. The wedding vow’s moment cuma dianggap sebagai bagian alur holy matrimony. Setelah itu? Ya udah. Mau janjinya berlaku apa enggak, kan yang tahu cuma pasangan itu doang (ya nggak juga sih. Tuhan jelas tahu lah ya :p). Kalo yang satu sakit, ya udah. Cari dokter, beres. Kalo yang satu baru dalam pergumulan terhadap pekerjaan, ya udah. Biarin aja. Kalo yang satu nggak bisa mendidik anak mereka, ya udah. Pokoknya anak mereka kudu dibaik-baikin, dimanjain kalo perlu!



Huaduhhhh~ kacau dah kalo kaya’ gitu!! Ntar kalo berantem gimana? Bisa mengampuni nggak? Bisa memahami dan menerima nggak??




Emang bener Guys, kalo pacaran isinya cuma romantis doang, trus kalo udah merid baru keluar aslinya, wohh~ repot tuh. Jangan-jangan janji yang udah kita ucapin waktu merid malah nggak guna dong -___- *makanya ituu, bergumul dulu, berdoa bareng, cari tahu kehendak Tuhan atas hubungan kita~*




Guys, jangan sampai waktu kita merid nanti kita cuma asal-asalan ngucapin janji pernikahan itu. Kenapa? Kalo asal-asalan, ati-ati aja deh. Kehidupan pernikahan itu nggak semudah kaya’ yang biasa kita denger dari dongeng, ‘And they lived happily ever after..’ NO!! Married someone means that you’ll be united with him/her. Suka duka, sakit sehat, kaya miskin, cakep buruk, kita tetep harus setia sama pasangan kita kelak. Karena kita udah janji, dan janji itu nggak bisa ditarik lagi.



NB 2: aku nggak begitu tahu seberapa dalam arti janji pernikahan itu. Tapi satu hal yang pasti, janji itu adalah bukti kalo kita emang mau setia sama pasangan kita, until death separate us from our journey-mate :)



I’ll always love you, as who you are.
Keep smiling. Promise me to keep smiling,
because I can’t promise that the road that we will going through will be smooth
...
But one thing, love never fails
...
To have and to hope ...
In a good and bad condition,
in sickness and in health,
And to love and to cheerish,
Until death separate us.


Inspired from C’ Marcella Flaorenzia and K’ D.M. Widjaja’s wedding vow

Tidak ada komentar:

Posting Komentar