read the 1st part here
Jadiiii
ini masuk ke bagian kedua ya, readersss
:D
2. Hal-hal BUKAN primer lainnya. TAPI juga punya KONSEKUENSI besar
a.
Ras
(bukan
bermaksud rasis ya. Tapi kalo misalnya kamu mau jadian sama dia yang rasnya
beda, kira-kira keluarga kalian mau menerima nggak?)
b.
Status sosial
(well... sama kaya’ di atas sih hehe)
c.
Kebiasaan
(dengan
perbedaan kebiasaan *kaya’ yang udah aku bahas di bagian pertama, kira-kira
kamu tetep mau nerima pasanganmu apa adanya nggak?)
d.
Budaya
(Guys,
perbedaan kebudayaan itu punya pengaruh yang besar dalam keluargamu dan
pasanganmu kelak lho. Kalo kebudayaan yang kalian punya berbeda, siapkah kalian
untuk menyesuaikan diri dengan perbedaan itu?)
e.
Pendidikan
(Well... bayangkan ada orang yang udah
S-3 trus pacaran sama orang yang lulusan SD aja. Kira-kira, bakal nyambung
nggak kalo diajak ngomong? ._.)
Pak
Petrus bilang... hikmat bersedia menunggu. Ini adalah persoalan yang akan memengaruhi
seluruh hidup Anda. And it’s
right! Kalo kita salah memilih teman hidup, maka sisa hidup kita akan penuh
dengan penyesalan :s Jadi... jangan keburu-buru buat nyari temen hidup ya.
Karenaaaa kalo pacaran itu banyak saling menuntut, nanti kalo udah nikah
(anggaplah si dia nggak berubah), kita akan dituntut untuk saling menerima! :)
Oya.
Berpacaran belumlah menikah, Guys. Memang sih, ada yang nggak boleh dilakukan
dalam masa pacaran ini, tapiiii orang-orang yang udah pacaran itu punya ikatan
yang khusus dan berbeda dari masa pergaulan. Jadi jangan heran deh kalo di
sekitar kita banyak yang sering mojok berdua gitu :p hehe
“Vinn, kalo aku udah pacaran... apa yang
harus aku lakuin, biar hubunganku nggak jadi batu sandungan buat orang lain?”
(Nice question deh :p)
Ada
beberapa hal yang harus kita perhatiin nih, kalo mau nge-date :)
1. Tempat yang tepat
--> maksudnya itu gini. Tempat
itu adalah tempat yang patut buat dating,
nggak nimbulin syak. Dan tempat itu bukanlah tempat yang mendorong pasangan
jatuh ke dalam dosa free sex.
(saranku
sih... cari tempat yang rame dan bukan tempat yang nggak lazim. Semisal di
taman bermain, perpustakaan, tempat makan, taman kota, blablabla... *jiahh, ini
pacaran aja belum malah udah ngusul-ngusul gini -.- lol*)
2. Waktu yang tepat
-->
Bro and sist *cieh*, kita perlu
latihan menghadapi kesendirian lho, baik dari sekarang maupun kalo udah punya
pasangan :p
‘Lhohhhh nanti kalo nggak ada yang jemputin
aku dari kuliah trus gimanaa?? Aku udah biasa diantar jemput sama dia nihhh’
Ini
bukan masalah ‘aku nggak bisa lakuin
apa-apa tanpa kamuuu’, bukann! Ini lebih ke masalah frekuensi pertemuan.
Beberapa
bulan yang lalu, aku sama temenku sempet ngobrol tentang masalah ini. Kami
ngobrol tentang frekuensi pertemuan yang dimiliki pasangan yang kami kenal dekat.
Sampe akhirnya, temenku ini nyeletuk,
“Kan, bahaya Tab... kalo tiap hari mereka
ketemu terus sering sentuh tangan gitu. Saling teasing juga. Nanti kalo kebablasan gimana cobaa?”
Pak
Petrus bilang, semakin sering pasangan
itu bertemu, keintiman itu semakin bertambah. Wahhh, bahaya banget kan
itu?? :O
Makanya
itu, sejak masih single *ato kalo
udah pacaran*, kita perlu set a rule
tentang batasan fisik (khususnya) dan emosi. And there is no compromise! Kenapa? Karena kalo nggak, kita bakal
sering mikir, “Ah, kelebihan dikit nggak
apa-apa deh...”, dan itu bisa jadi celah si Iblis buat bikin kita jatuh!
>.<
Lagipula,
kalo kita nggak bisa lepas dari pasangan kita, maunya nempel terus sama si dia,
trus kalo suatu saat dia harus pergi *ngelanjutin studi ato kerja, misalnya*,
nah, kalian siap nggak? ._.
Kalo
menurut aku sih... mending lama nggak ketemu, tapi begitu ketemu.. pertemuan
itu jadi berkualitas banget :) Pak Petrus sendiri bilang, “Mutu pertemuan lebih penting daripada kuantitas pertemuan”
3. Cara yang Tepat
-->
Dan gimana caranya agar selama masa in
relationship kita bisa menolong kita untuk mengenali diri kita dan pasangan
masing-masing? Well... baca di bawah
ini yaa :)
a.
Miliki komunikasi
(komunikasi
tentang standar hidup pasangan, mengenali gagasan, melatih keterbukaan)
b.
Mengenali/mendiskusikan rencana-rencana
ke depan
(ingat,
tujuan kita mempunyai a relationship
adalah untuk menikah :))
c.
Saling mengasah dan mempertajam watak
(ketika
watak yang satu mulai terlihat tumpul, maka pasangannya harus menolongnya untuk
mempertajam wataknya. Saling menopang,
saling mengasihi di dalam Kristus... :))
“Oke baiklahhh. Tapiii, kira-kira mau
ngomongin apa aja ya?”
Coba
deh, baca di bawah sini :p heheh
1.
Rencanakan apa yang mau dicapai
(waktu
ngobrol sama pasangan, coba deh ajak dia buat saling kasih tahu strong-weak point yang kita dan mereka
punya. Harus terbuka ya :) karena kalo kita terbuka, kita bisa saling menolong
untuk jadi semakin serupa dengan Kristus)
2.
Kita ada di level mana?
(level
di sini maksudnya level ibadah pribadi *saat teduh*, karakter, dll.)
3.
Bagaimana kita mencapainya?
(misal,
‘aku akan bantu dia untuk lebih bisa
mengatur waktu. Dia akan bantu aku agar aku bisa lebih rajin belajar’.
Wkwk)
4.
Apa peran masing-masing pihak
(kasih
jangka waktu tertentu *misalkan 1 semester*. Jadi setelah 1 semester itu kita
lalui dengan perjuangan untuk menjadi pribadi yang lebih baik *eciehciehcieh*,
kita bisa lihat, “Oh, aku udah berjuang
sejauh ini, udah jadi lebih sabar. Ehmm... tapi dia masih perlu berjuang buat
lebih rajin. Nggak apa-apa. Aku akan terus bantu dia! :)”)
“Tapi.. gimana kalo udah bertahun-tahun
pacaran, karakterku nggak berubah? Karakternya dia tetep sama kaya’ yang dulu.
Yang aku tuntut darinya nggak banyak berubah. Lebih baik putus kah, ato tetep
lanjutin hubungan ini?”
Guyss,
sama kaya’ yang udah aku bilang sebelumnya, kalo pun kita menikah dengan
pasangan kita ini, bisa aja ada yang nggak berubah. Ato mungkin... jangan-jangan
semuanya bertambah buruk ._. jadi, kita perlu siap-siap buat semua kemungkinan
yang terjadi setelah kita menikah!
Dan
jangan melangkah kalo kita masih ragu-ragu. Beberapa orang sih, bilang kalo
mending nggak usah nikah sekalian daripada nikah sama orang yang salah. Karena
perceraian bukan hal yang Tuhan inginkan di dalam hidup pasangan yang udah
menikah.
“Nahhh, kalo udah nikah emang nggak boleh
cerai. Tapi kalo masih pacaran gimana??”
Well... kalo kita bisa
mendasarkan alasan kita memilih untuk putus dengan benar (terutama tentang
masalah prinsip hidup), it’s okay.
Tapi juga jangan keseringan putus yaaaa. Sering putus itu nggak sehat; track record kita di dalam pacaran bisa
jadi batu sandungan. Nggak cuma itu, sering putus nunjukkin kalo kita
sebenarnya belum bisa berpikir dengan dewasa :( nunjukkin kalo kita ini terlalu
perfeksionis juga.
Nobody is perfect.
Yepp, nggak ada seorang pun yang sempurna. Kita sama-sama manusia berdosa yang
butuh pertolongan Tuhan untuk bisa mengasihi sesama kita, termasuk pasangan
kita. “Marriage demonstrates about His
unconditional love for the world”. Yess, pernikahan adalah kesaksian bagi
dunia bahwa Allah mengasihi manusia (termasuk kita), walopun kita sering jatuh,
sering gagal, sering membuat hati-Nya terluka.
Untuk
mereka yang udah menikah... kalo Anda merasa ada yang salah di dalam pernikahan
Anda, perbaikilah. Jangan meninggalkan pasangan Anda dan mencari dari awal lagi
:)
Okeee...
sekian dulu tentang merid-meridnya yaaa. And
thanks for reading this post :) Hope
it’ll be a blessing!
Berbahagialah
mereka yang di dalam pergumulan mengenai pasangan hidup dapat berkata,
“Tuhan,
kami memang tidak sempurna. Tapi kami memohon kemurahan-Mu, agar kami dapat
saling mengasihi”... and they’re getting married
:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar