NB 1: ditulis oleh seorang remaja yang (sebenarnya) nggak tahu apa-apa tentang the wedding vow. Jadi maaf kalo ada yang salah :')
Guyss, beberapa
minggu yang lalu, aku nge-share
sebuah post tentang seorang pengusaha yang mempunyai istri yang lumpuh sejak
dia melahirkan anak keempat mereka. Dan dia merawat istrinya selama hampir 25
tahun! :O Dia berjanji untuk tidak meninggalkan istrinya, lalu menikah lagi
dengan orang lain, walaupun anak-anaknya sudah meminta pengusaha tersebut untuk
menikah lagi.
Terus aku
nge-share post itu di FB. Dan ada
temenku yang mengomentari kaya’ gini nih,
“Berjanji mengasihi, menyayangi dan saling setia sepanjang waktu, baik
pada waktu suka maupun pada waktu duka, baik pada waktu berkelimpahan maupun
pada waktu kekurangan, baik pada waktu sehat maupun pada waktu sakit, sampai
kematian memisahkan.”
FYI ya, yang
dia tulis itu janji pernikahan lho :$ *eh*
Pasti dong,
kita mau agar waktu our holy matrimony
nanti, kita bisa mengucapkan the wedding
vow kepada PH kita kelak :) apa ada yang nggak mau?? Wkwkwk~
Guys,
walopun aku belum nikah *ya yes, pacaran aja belum! :v #plak #kode #lhoh*, tapi
aku pengen buat ngebahas tentang janji pernikahan itu. Biar besok kalo merid bisa ngucapin janji itu dengan sungguh-sungguh,
dan benar-benar memaknainya setelahnya :)
Setahuku,
janji pernikahan dibuat untuk mengikat komitmen di antara memperlai untuk
sungguh-sungguh saling mengasihi dalam kondisi apapun, termasuk di dalam
kondisi yang paling tidak menyenangkan dalam kehidupan mereka.
Cerita yang
aku share di awal post ini mengingatkanku pada sebuah
pengalaman yang ditulis Kyle Idleman, penulis Not a Fan dan Gods at War,
saat beliau baru saja menikah.
Dalam buku Not a Fan, beliau menceritakan saat
beliau dan istrinya sedang menjenguk sepasang suami istri dari gereja mereka
yang sedang berjuang melalui masa sulit. Sang suami menderita kanker dan
menjalani pengobatan kemoterapi plus radiasi yang sangat agresif. Beliau
menceritakannya kurang lebih seperti ini:
“... Kami sedang berada di dalam
kamar tempat ia dirawat, membaca Alkitab dan bersiap mendoakannya, tiba-tiba
saja tercium aroma yang kuat. Jelas ia tak sengaja buang air besar, maka saya
pun cepat-cepat berdpa dan mohon diri. Saya berdiri di ruang tunggu sambil
menggenggam tangan istri saya. Saya menyadari apa yang terjadi di seberang
pintu. Sang suami terlalu sakit untuk mengontrol isi perutnya dan terlalu lemah
untuk membersihkan dirinya sendiri. Istrinya sedang mengganti popoknya. Selang
beberapa menit, ia keluar dan saya tak akan pernah melupakan apa yang dikatakannya.
Sambil tersenyum kecil ia berkata, “Di waktu sakit dan di waktu sehat...” Dan
saya mengingat akan apa yang sedang saya pikirkan, “Oh... jadi itulah arti
kata-kata itu.””
Sang istri
yang diceritakan Kyle Idleman benar-benar menghayati janji pernikahan itu. Dia
bukan hanya pernah mengucapkannya, tapi dia benar-benar memaknai janji itu
dalam hidupnya, bahkan saat suaminya sedang sakit parah.
Sayangnya
Guys, nggak jarang orang-orang nganggep janji pernikahan itu cuma ucapan doang.
The wedding vow’s moment cuma
dianggap sebagai bagian alur holy
matrimony. Setelah itu? Ya udah. Mau janjinya berlaku apa enggak, kan yang
tahu cuma pasangan itu doang (ya nggak juga sih. Tuhan jelas tahu lah ya :p).
Kalo yang satu sakit, ya udah. Cari dokter, beres. Kalo yang satu baru dalam
pergumulan terhadap pekerjaan, ya udah. Biarin aja. Kalo yang satu nggak bisa
mendidik anak mereka, ya udah. Pokoknya anak mereka kudu dibaik-baikin, dimanjain kalo perlu!
Huaduhhhh~
kacau dah kalo kaya’ gitu!! Ntar kalo berantem gimana? Bisa mengampuni nggak?
Bisa memahami dan menerima nggak??
Emang bener
Guys, kalo pacaran isinya cuma romantis doang, trus kalo udah merid baru keluar
aslinya, wohh~ repot tuh. Jangan-jangan janji yang udah kita ucapin waktu merid
malah nggak guna dong -___- *makanya ituu, bergumul dulu, berdoa bareng, cari
tahu kehendak Tuhan atas hubungan kita~*
Guys, jangan
sampai waktu kita merid nanti kita cuma asal-asalan ngucapin janji pernikahan
itu. Kenapa? Kalo asal-asalan, ati-ati aja deh. Kehidupan pernikahan itu nggak
semudah kaya’ yang biasa kita denger dari dongeng, ‘And they lived happily ever after..’ NO!! Married someone means that you’ll be united with him/her. Suka
duka, sakit sehat, kaya miskin, cakep buruk, kita tetep harus setia sama
pasangan kita kelak. Karena kita udah janji, dan janji itu nggak bisa ditarik
lagi.
NB 2: aku
nggak begitu tahu seberapa dalam arti janji pernikahan itu. Tapi satu hal yang
pasti, janji itu adalah bukti kalo kita emang mau setia sama pasangan kita, until death separate us from our
journey-mate :)
I’ll always love you, as who you
are.
Keep smiling. Promise me to keep
smiling,
because I can’t promise that the
road that we will going through will be smooth
...
But one thing, love never fails
...
To have and to hope ...
In a good and bad condition,
in sickness and in health,
And to love and to cheerish,
Until death separate us.
Inspired from C’ Marcella Flaorenzia and K’ D.M.
Widjaja’s wedding vow
Tidak ada komentar:
Posting Komentar