Aku berjanji akan selalu bersamamu, baik di saat susah,
di saat senang, saat sakit, saat sehat, dan sampai maut memisahkan kita
“Belum sebulan
kepergian Kyoko. Sekarang giliran Akira. Ya Tuhan... Apakah ini semacam ujian
kepada kami?” Tante Harumi berkata lirih saat melihat anak laki – lakinya
dibawa ke ruang perawatan.
“Untung ada
Akane. Terima kasih, ya, Akane. Entah apa jadinya kalau Akira hanya pulang
sendirian tadi,” kata Paman Yamato.
Aku cuma bisa
duduk lemas setibanya di klinik. Setelah tiba di sini, aku langsung menghubungi
orangtua Akira-kun, Wataru, dan orangtuaku (kalau aku pulang terlambat).
“Bukan aku, tapi
Tuhan yang menjaga Kak Akira. Kalaupun aku nggak ada di situ, Tuhan pasti juga
menjaga Kak Akira,” kataku sambil menerawang.
Orangtua-nya
tersenyum. “Iya, itu benar. Oh, dokternya sudah keluar,” Paman Yamato mengajak
kami untuk mendatangi si dokter.
Dokter itu
tersenyum. “Anak Anda baik – baik saja. Hanya perlu obat merah, betadine, dan
tensoplas untuk menyembuhkannya. Oh, dan juga es batu 8) Sekarang dia sedang
tidur,” kata beliau menenangkan kami.
“Terimakasih,
Tuhan...” Tante Harumi mengucap syukur. Kemudian beliau mengajak suaminya untuk
kembali ke lobi.