Woohhh... bab 6-nya kelewatan :O :O
-__-
Dulu Wataru yang aneh. Sekarang Kak Akira.
“Mungkin
gara – gara Kyoko sakit, dia jadi kaya’ gitu. Dimaklumi aja, deh, Akane. Dia,
kan cuma punya Kyoko sebagai satu – satunya saudara,” itu kata Wataru saat aku
cerita tentang Kak Akira yang *sungguh – sungguh* aneh hari ini.
Aku
ngerti sih, apa yang dikatakan Wataru. Kalau Kyoko sakit *dan harus dibawa ke
Cina*, Kak Akira pasti sendirian. Apalagi, orangtuanya juga menemani Kyoko.
“Maksudku,
kenapa AKU yang dijadikan ‘sasaran’ Kak Akira? Kenapa bukan Kana atau yang
lainnya?” tanyaku sambil mengambil segelas jus jambu buatan Okaasan.
Wataru
mengangkat bahu. Tuh, kan! Dia juga nggak
bisa jawab!
“Oya,
tadi Akira bilang kalau dia yang akan mengantarmu pulang besok.”
-__-
rasanya mau meledak waktu dengar kata – kata Wataru barusan.
“Tapi
aku nggak suka sama dia!”
Bagus.
Keluar juga kata ke-3 dan ke-4 itu.
Itulah
yang membuatku kesal. Mungkin aku *atau memang betul* yang terlalu PD, merasa
kalau Kak Akira memang menyukaiku. Tapi seperti yang kubilang, aku nggak suka
sama dia. Bukan gara – gara benci, atau sebangsanya.
“Akane,”
Wataru mencoba bersabar, “aku ngerti perasaanmu. Tapi sekarang, kamu ambil aja
sisi positifnya. Kamu bisa jadi semacam ‘pengganti’ Kyoko di sini. Kamu nggak
mau, kan kalau dia jadi bertingkah aneh gara – gara ditinggal Kyoko?”
Aku
mengangguk. “Iya. Lama – lama aku jadi kasihan sama Kyoko,” kataku, “dia pasti
juga mau cepat – cepat kembali ke sini.”
Wataru
menepuk – nepuk bahuku. “Tenang saja. Kalau dia mulai bersikap aneh – aneh
padamu, aku akan bicara dengannya. Aku nggak akan membiarkan orang lain
menyakiti adikku, kamu tahu kan?”
Memang benar. Punya kakak itu
harus disyukuri :’)
-OoO-
“Aku
ada rapat OSIS sampai jam 3. Kamu bisa pulang sendiri, kan?” tanya Wataru, saat
kami sedang dalam perjalanan ke sekolah.
Aku
mengangguk. “Nggak apa – apa, kok. Aku akan pulang bareng Kana. Aku mau mampir
ke rumahnya untuk mengambil catatan Biologi,” jawabku.
Wataru
tersenyum. “Kalau Akira datang, bilang aja kalau kamu harus buru – buru
pulang,” dia menambahkan, lalu memasukkan sepeda motornya ke parkiran sekolah.
“Akane!!”
Kana terlihat sumringah saat melihatku *yang sudah ditinggal Wataru*, “kamu
kenapa? Tatapanmu aneh banget, deh,” katanya heran.
Aku
menggeleng. “Nggak. Aku nggak apa – apa, kok!” kataku cepat, “akan kuceritakan
di kelas. Ngomong – ngomong, sekarang Kyoko sudah sampai di Osaka, ya?”
Setelah
ngobrol dengan Wataru kemarin, aku mencoba mengirim e-mail ke Kyoko. Kyoko membalasnya pukul 10 malam, 2 jam setelah
aku mengiriminya e-mail. Omong –
omong, daerah Osaka punya beda waktu terhadap Tokyo nggak ya?
Kana
mengangguk. “Sudah. Sejak 2 hari yang lalu, dia tinggal di rumah ouji-nya. Bisa dibilang, sekarang dia
harus tinggal di sana. Udara di desa di wilayah Osaka masih segar, bagus untuk
Kyoko. Aku ragu kalau Kyoko bisa kembali ke sini,” jawabnya sambil mengajakku
ke kelas.
“Jangan
bilang gitu, ah :\ Percaya aja, kalau Kyoko bisa kembali ke sini,” kataku
sambil tersenyum.
“Jadi,”
Kana berkata, “kenapa kamu melihat ke arah pagar sekolah dengan menakutkan?
Kamu lagi dikuntit?”
Aku harus mengulang cerita itu?
Oh, terserahlah.
“Oh,”
dia bergumam setelah mendengar cerita – versi – singkatku, “jadi kamu mengira
kalau Kak Akira menyukaimu? Terus kenapa? Itu malah bagus, kan?”
Aduh...
“Masalahnya,
Kana... caranya kemarin itu kesannya aneh banget. Dia bilang kalau mau
mengantarku pulang hari ini!” kataku setibanya di kelas.
“Wah,
ternyata memang ada penggemarnya Akane XD” Kana bercanda sambil menepuk bahuku,
“tenang saja. Nanti kita ambil jalan lain. Kalau ada apa – apa, kita teriak aja
:D”
Dasar
Kana.
-OoO-
“...
Jangan lupa. Minggu depan kalian sudah tes kenaikan kelas. Belajar yang baik,
dan jangan lupa berdoa. Ora et Studia!”
kata Pak Kirishima sambil mengakhiri pelajaran hari ini.
Jadi,
sepulang sekolah aku dan Kana pergi ke rumahnya lewat jalan lain. Dan untungnya, sepertinya kelas Kak Akira
belum keluar.
“Nah,
ini dia Akane :D” Kana mengeluarkan catatan Biologiku dari lemari di kamarnya.
“Thank you, Kana~” aku menjawab sambil
meringis.
“Mau
kuantar pulang?” tanya Kana. Dia jadi
protektif, deh.
“Nggak,
aku pulang sendiri. Kan cuma berjarak 3 rumah dari sini. Sayonara, Kana :D” aku melambaikan tangan ke arah cewek itu.
Apa?! Jadi Kana itu cewek?!
-__-
Memangnya
nama ‘Kana’ itu cuma terbatas sama cowok,
ya? -intermezo-
Aku
melihat ke arah jam dinding rumah Kana. Jam 3 kurang 15 menit. Berarti
perjalanan dari sekolah ke rumah Kana lewat jalan itu menghabiskan waktu 20
menit, dan ditambah ‘beristirahat’ di rumah Kana sambil menghabiskan segelas
sirup frambozen dan muffin selama 25 menit.
“Akane
:D Tumben kamu pulang sendiri. Bukannya kamu akan menunggu Wataru selama dia
rapat, ya?” tanya Okaasan yang
kebetulan sedang membuang sampah.
“Aku
pulang bareng Kana, kok. Hehe~ Otoosan
belum pulang ya?” kataku sambil melepas sepatu dan memakai sandal rumah.
“Belum,”
Okaasan menggeleng, “dia harus
memberikan pengarahan pada karyawan yang akan mengikuti pelatihan selama
sebulan di restoran di New York.”
Aku
melirik ke kanan dan kiri rumah. Nggak ada tanda – tanda ada orang yang
menguntit. Baguslah.
“Kamu
kenapa, Akane?” tanya Okaasan setelah
masuk ke rumah.
Aku
menggeleng. “Nggak, kok. Mungkin aku salah lihat,” jawabku.
-OoO-
Wataru
pulang jam 3 lebih 20 menit. Dia langsung memanggilku setelah mengganti
seragamnya dengan pakaian rumah.
“Tahu
nggak, Akane? Akira tadi menungguimu di depan kelasmu selama 1 jam,” katanya.
Aku
melotot ke arahnya. Terus, terus?!
“Aku
punya firasat dia bakal ngomong sesuatu sama kamu. Jadi aku mampir ke kelasmu.
Ternyata kelasmu sudah kosong, dan ada Akira di sana,” lanjutnya.
Setelah
menelan brownies-nya, dia melanjutkan
*lagi*, “Aku tanya apa alasannya menungguimu. Dia bilang kalau ada hal penting
yang harus disampaikan padamu. Dan dia malah ngotot untuk mencarimu di sekolah
sampai ketemu. Tapi, waktu aku bilang kalau kamu sudah pulang, Akira bilang kalau
dia akan menunggumu di sekolah besok pagi. Sepertinya itu hal darurat buatnya.”
“Tapi
‘nggak darurat’ buatku. Lagipula, dia
ini kenapa, sih? Aku sama sekali nggak ngerti sama jalan pikirannya,” kataku.
Wataru
tersenyum kecil. “Akane, mungkin sekarang dia sedang khawatir terhadap Kyoko.
Dan kebetulan, dia kenal orang yang punya sifat – sifat yang sama *meski nggak
100% sama* dengan adiknya itu. Mungkin orang yang dimaksudnya itu kamu,”
katanya.
Dan,
eh... Kurasa hal itu memang darurat
buat Kak Akira.
-OoO-
“Tadi
Kakak bilang apa?”
Suasana
sekolah masih sepi, berhubung ini masih jam 6 lebih 20 menit. Sekolah dimulai
jam 7 lebih 15 menit. Baru segelintir guru dan murid yang datang.
“Aku
bilang kalau aku punya sesuatu buatmu.”
Kak
Akira sedang berusaha untuk menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi
padaku. Walaupun sejauh ini dia nggak berhasil, kurasa.
“Aku
memang nggak begitu pintar buat merangkai kata – kata. Aku mau ngomong kalau
aku, eh... aku suka kamu.”
3
kata terakhir itu ‘berhasil’ memecahkan semua
misteri belakangan ini.
“Alasan
kenapa aku mau mengantarmu pulang, adalah karena aku nggak mau pengalamanku
yang buruk terjadi sama Kyoko. Dulu Kyoko pernah sengaja pulang sendiri gara –
gara aku masih ada perlu di sekolah. Nggak tahunya, dia malah pingsan karena
dehidrasi. Padahal, rumah kami berjarak 2 kilometer dari sekolah. Untungnya,
dia ditolong oleh warga yang kebetulan lewat. Waktu aku pulang, Kyoko cerita
padaku. Terus, orangtuaku marah -_-“ Kak Akira memberikan alasan yang (cukup)
jelas.
Aku
masih nggak ngerti, “Tapi itu kan sudah lama. Mungkin waktu itu dia masih
kecil...,” kataku.
“Nggak!
Kejadian itu terjadi sebulan setelah dia masuk SMA!”
Kyoko...
Dibalik ketegasan, ketegaran, kepintaran, dan kebaikannya, ternyata dia punya
fisik yang lemah. Kasihan dia...
“Aku
cuma nggak mau kalau kamu dan Wataru harus menderita. Nggak sepertiku.” Kak Akira mengangkat bahu.
Oke,
kurasa ini saatnya menanyakan sesuatu pada Kak Akira.
“Apa
itu alasan utamanya? Apa nggak ada alasan lain?” tanyaku.
Kak
Akira menggeleng. “Nggak. Itu alasan sampingan. Alasan yang sebetulnya adalah
aku sadar karena kamu adalah pasangan yang diberikan Tuhan. Mungkin kamu nggak
sadar sekarang. Tapi cepat atau lambat, kamu akan tahu. Dari sifatmu,
karaktermu, kamu memang sesuai dengan kriteriaku,” jawabnya.
“Makasih,
“aku tersenyum, “tapi sekarang aku mau fokus ke keluarga, sekolah, dan
pelayanan. Pacaran, kan bisa aja waktu kuliah. Aku mau berteman dengan banyak
orang. Hehe~ Kak Akira tahu maksudku, kan?” kataku.
Bukan
menolak, sih. Tapi, aku memang mau memikirkan hal – hal di luar pacaran.
Kak
Akira tersenyum. “Iya :D Akane betul – betul sudah besar, ya. Nggak cuma dari
luar, tapi dari dalam kamu sudah dewasa :)”
katanya.
O, makasih pujiannya :D
TENG
TENG TENG~~!!
-OoO-
Seminggu
kemudian, kami menjalani serangkaian tes. Pangsit ah XD Gampang – gampang
susah. Wkwkwk~
“Aku
akan bertanya ke Kyoko, kapan dia bisa pulang,” pikirku sepulangnya dari
sekolah setelah menjalani tes terakhir.
Kapan pulang, Kyoko-chan?? Aku
kangen kamu!! >< - Aoi_Akane
Ring a ring a dosies!!
– bunyi SMS
Akane!! >< Aku kangen
sekolah!! Enak ya, sudah tes. Kalau jadi, besok aku baru tes. Yang jadi
pengawas Pak Kirishima. Beliau akan datang ke rumah Paman
*oya, ouji itu artinya ‘Paman*, lho. Aaa~#lompat2 – KyokoMomo
Dia suka sama guru?! Oh,
well... Aku di sini malah galau XD
Dilihat
dari SMS-nya, sepertinya dia baik – baik saja. Eh, entahlah... Mungkin aku
memang KANGEN sama dia.
“Akane!”
Wataru memanggilku, “ada telepon dari Kana.”
Ada apa dengan anak ini?
pikirku sambil menuju ke ruang makan *di sana ada telepon*
“Akane!
Besok Sabtu kita sudah libur, kan? Kita nengok Kyoko, yuk!” ajak Kana *kuharap
dia nggak melompat – lompat, seperti Kyoko XD*
Aku
tertawa. “Kelihatannya sih, sudah. Hee? Serius? Kamu mau nengok Kyoko? Ayo :D
aku akan ajak Wataru ya :D”jawabku.
Dan
begitulah. Aku – Kana – Wataru pergi ke Osaka keesokan harinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar