Bersyukurlah saat orang yang kamu sayangi masih ada di sampingmu.
Begitu sampai di Osaka, ibu Kyoko *langsung* melambaikan tangannya
dengan bersemangat, seperti
melambaikan koran dagangan.
“Akane! Kana! Selamat datang di Osaka!! :D” sapa Tante Harumi -
ibu Kyoko - kepada Kana dan padaku. Kemudian, beliau melihat ke arah Wataru
yang masih tersenyum sopan melihatnya.
“Biar kutebak. Kamu pasti kakaknya Akane, kan? Akira sering
bercerita padaku tentang dirimu.” Tante Harumi tersenyum riang sambil menyalami
Wataru.
Aku meringis. Meringis karena geli melihat tingkah laku Wataru
yang kelewat sopan.
Meringis karena teringat Akira yang menembakku beberapa waktu yang lalu.
“Oya!” Tante Harumi menepuk tangannya, kemudian berkata, “Kyoko
sudah lebih baikan sekarang. Kemarin dia sudah bisa belajar Fisika, karena hari
ini dia akan menjalani tes itu. Gurunya baik sekali, mau datang ke sini dari
Tokyo...”
Pantas saja Kyoko terdengar riang gembira waktu Pak Kirishima mau
ke rumah pamannya.
“Kita ke sana saja. Seharusnya sekarang dia sudah selesai tes.”
Dan Tante Harumi mengajak kami semua ke mobilnya.
-*-
“Kyokoo~ Ibu datang dengan teman – temanmu
nih!!” Tante Harumi memanggil Kyoko yang *sepertinya* belum keluar dari
kamarnya.
Lalu ada suara menyahut, “Iyaa bu~ aku
akan keluar~” kemudian muncullah orang yang sudah menghilang selama sebulan
ini. Kyoko!
“Kyokooo~” aku langsung berteriak senang,
Kana memeluk Kyoko, dan Kyoko-pun tertawa.
“Ya ampunn~ sambutannya meriah sekali :D”
katanya sambil terus tertawa.
Beginilah resiko ditinggal sahabat
tercinta *dasar lebay*. Hahaha...
“Kapan kamu kembali ke Tokyo, Kyoko? Kami
kangen~” kataku sambil meringis geli.
Kyoko tersenyum. “Karena kondisiku yang
sudah membaik, dokter bilang kalau aku bisa kembali ke Tokyo minggu depan J“ dia menjawab sambil mengajak kami duduk di ruang
tamu.
Tante Harumi membawa baki yang berisi jus
jeruk dan sekaleng biskuit. Beliau berkata, “Kyoko hampir stres karena dia
nggak bisa berbuat apa – apa di sini. Seharian dia hanya bisa bermain komputer,
tidur, dan melakukan kegiatan sehari – hari. Dia nggak bisa pergi ke mal karena
di sini nggak ada mal. Paling dia hanya pergi ke pantai, dan itu sangat membantunya
untuk bisa betah tinggal di sini.”
Kyoko tersenyum. “Aku nggak sampai seperti
itu, Bu. Paling asyik sih, kalau aku bisa pergi ke toko roti di dekat pantai.
Menikmati laut dari kejauhan itu keren banget!” katanya.
Wataru melihat ke sekeliling rumah.
“Akira ada di sini, Tante?” tanyanya.
Tante Harumi menggeleng. “Dia nggak bisa
ke sini hari ini. Tadi dia bilang kalau ada temannya yang berkunjung ke rumah,”
jawabnya.
“Omong – omong, paman-mu ada di mana,
Kyoko?” tanya Kana.
Kyoko mengangkat bahu. “Oh, beliau sedang
ada keperluan di Nagano. Sepertinya ada masalah dengan restoran miliknya. Benar
kan, Bu?” jawabnya.
“Sepertinya begitu,” Tante Harumi
mengangguk – angguk.
“Oya! Karena kalian sudah jauh – jauh ke
sini, ayo kita ke pantai! ^^” ajak Kyoko bersemangat.
-*-
“Ini asyik sekali, lho Kak! Ayo, bersenang
– senanglah sedikit :D” kata Kana pada Wataru yang sedang tersenyum melihat
tingkah kami.
“Nggak mau. Aku masih harus membuat land scape alam di sini. Sebentar, di
mana ya, kameraku?” Wataru sibuk mencari kameranya.
“Mungkin ada di dalam tasku. Bukannya Kak
Wataru tadi menitipkannya padaku?” jawabku sambil menikmati kakiku yang
digelitik oleh air laut.
Matahari mulai memasuki batas cakrawala.
Sinarnya yang berwarna jingga kekuning – kuningan membuat setiap orang yang melihatnya
terpesona. Khususnya Wataru. Dari kecil, dia sangat suka dengan pemandangan
alam. Makanya, dia bercita – cita menjadi fotografer.
“Sayang Kak Akira nggak ada di sini. Pasti
akan sangat seru kalau dia juga melihatnya,” Kyoko berkata sambil memungut 3
kerang yang ada di sebelahnya.
Kana berkata, “Sudah jam 5 sore. Kapan
kita akan pulang?”
Aku melihat jam tanganku yang berada di
dalam tas. “Sebentar lagi kita akan pulang.”
Kyoko mengajak kami untuk kembali ke rumah
pamannya, yaa~ hanya untuk membersihkan diri. Kemudian, dia dan Tante Harumi
mengajak kami untuk makan malam sebelum kami akan ke bandara.
-*-
“Ayahmu di mana, Kyoko?” tanyaku, saat
kami tiba di rumah makan di dekat bandara.
Kyoko sedang sibuk memandangi tepi
pantai di sepanjang jalan, karena itu Tante Harumi yang menjawab, “Dia sedang
berada di Tokyo, menemani Akira.”
Rumah makan itu mempunyai banyak sajian sea food *itu jelas, karena di sekitar
sini ada pantai*. Tapi ada juga sajian western
food dan sajian dari Jepang sendiri. Eh... kurasa ada juga sajian dari
Timur Tengah, karena barusan aku melihat ada orang yang membawa kebab.
“Rumah makan ini punya pelayanan yang
bagus sekali. Kita hanya butuh 5 menit untuk menunggu menu yang kita pesan.
Kyoko dan aku sering ke sini bersama dengan ayahnya, sewaktu dia harus tinggal
sementara di sini,” cerita Tante Harumi.
Dan yak! Tanpa terdengar seperti kaset,
aku ingin bilang bahwa beliau benar. Sushi
dan blue ocean-ku, donburi dan ocha Wataru, lasagna dan milk tea Kana, nasi goreng dan pinky
drink Kyoko, serta bubur ayam Tante Harumi telah disajikan oleh si pelayan
*yang tadi juga mencatat pesanan kami*.
5 menit setelah kami memesan. Keren!
Bukan hanya cepat, tapi rasa makanannya
enak~ :9 *membuat orang lain untuk ingin
makan itu enak XD#plak*
“Jam 06.30! 30 menit lagi pesawatnya
datang!” aku berseru kepada Kana dan Wataru.
Tante Harumi segera membayar pesanan kami,
kemudian mengajak kami untuk bergegas ke bandara.
-*-
Pesawat yang kami tumpangi meninggalkan
bandara. Aku melirik jam tanganku. Sudah jam 7 lebih 15 menit. Seharusnya 30
menit lagi kami tiba di Tokyo.
Aku melihat ke arah Kana yang tidur di
sebelah kananku. Dia tidur dengan pulas. Kurasa dia sangat senang karena bisa
menghabiskan waktu dengan 2 sahabatnya di pantai tadi. Kemudian aku melihat ke
kiri. Wataru membaca sebuah majalah yang ia beli sebelum kami menaiki pesawat
ini.
“Kak,” aku memanggil Wataru. Dan dia-pun
menoleh.
“Bagaimana kalau minggu depan Kyoko tidak
kembali?” tanyaku cemas, “aku takut kalau kondisinya tiba – tiba memburuk...”
Wataru tersenyum kecil. “Kamu juga
menyadarinya, ya?” katanya.
“Apa?”
“Kondisi Kyoko... Walaupun terlihat sehat,
tapi sepertinya dia memaksakan diri untuk terlihat ceria. Apa penyakitnya
memang separah itu?”
Aku mengangkat bahu. “Entahlah. Tapi apa
yang Kakak katakan memang benar,” aku memelankan suara saat Kana beringsut
sedikit, “sepertinya Kyoko memang memaksakan diri.”
“Makanya kamu cemas, ya kan?” Wataru
melihat ke arah Kana yang masih tertidur.
Aku mengangguk. Entah kenapa, aku merasa
bahwa Kyoko akan sulit untuk bisa kembali ke Tokyo.
Dan
yah... Apa yang kupikirkan itu selalu menghantuiku mulai sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar