-u-“ Lama nggak nulis nih. Hehehe...
Sebuah
pemberian, jika diberikan dengan hati tulus, akan memberikan efek besar bagi
yang menerimanya.
Begitu aku masuk ke kamar, HPku
berdering. Akira-kun.
“Moshi-moshi?”
aku menyapanya.
“Arigatou
gozaimasu,” jawab Akira-kun.
Aku mengerutkan dahi. “Hah? Kenapa ‘arigatou gozaimasu’, Akira-kun?”
tanyaku.
Dapat dipastikan bahwa Akira-kun
sedang meringis saat ini.
“Ehehehe.. Terimakasih untuk bukunya.
Ehm, omong-omong, ini buku tentang apa sih?” katanya sambil merendahkan
suaranya.
Aku berkata, “Oh, itu tentang menjadi
seorang pengikut Kristus, bukan sekedar penggemar-Nya J”
“Wow,” dia bergumam kecil,
“kelihatannya menarik. Terimakasih lagi, Akane-chan.”
Aku tertawa kecil. “Sama-sama J Bukankah rasanya menyenangkan, bisa
belajar tentang Kristus dengan orang yang dicintai?”
Ups.
Tanpa sadar aku mengatakannya.
“Akane-chan? Kamu nggak apa-apa?”
Akira-kun terdengar panik, sedangkan aku yakin wajahku sudah seperti tomat
rebus (bayangkan saja. Tanpa Akira-kun di dekatku saja sudah seperti itu. Entah
kalau dia ada di sebelahku).
Sementara itu, okaasan berseru,
“Akane, cepat ke sini! Aku butuh
bantuanmu!”
Aku kembali menempelkan HPku ke
telingaku, dan berkata pada Akira-kun, “Nanti kutelepon balik. Okaasan memanggilku.”
“Iya, baiklah Akane. Tinggal 2 minggu
lagi ya..,” kata Akira-kun.
Aku mendesah pelan. “Iya, 2 minggu
lagi. Sayonara, Akira-kun,” kataku.
-*-
Aku memasang muka nyengir saat melihat
okaasan mengomel panjang pendek soal dago yang dibuatnya beberapa hari yang
lalu basi. Padahal, beliau ingin memberikannya pada Wataru hari ini (Wataru
sedang berada di luar kota sejak seminggu yang lalu).
“Wataru sudah bilang padaku sejak dua
hari yang lalu agar aku menyimpan dago-nya
begitu selesai dimasak. Nggak tahunya malah keburu basi -__-“ Okaasan mengomel di depan dago yang sudah basi itu *pukpuk, dago*.
“Okaasan
buat dago lagi saja. Aku akan
membantu Okaasan, bagaimana?” usulku.
Sambil tetap mengomel kecil, Okaasan membuat dago lagi. Tiba-tiba beliau bertanya, “Akane, Akira apa kabar?”
“Hah? Baik, kok. Memangnya kenapa, Okaasan?” aku mengalihkan pandangan dari
adonan dago.
Okaasan tersenyum. “Dia anak yang baik. Dan
Okaasan rasa, kamu cocok kalau kamu bersamanya,” jawabnya.
Aku terdiam. Hello! Kenapa tiba-tiba Okaasan membicarakan tentang Akira-kun
sih??
“Apalagi, akhir-akhir ini kalian
sering menghabiskan waktu bersama kan?” tanya Okaasan lagi. Beliau mulai
menusukkan adonan dago ke tusuk sate.
Aku mengangguk kecil. “Kak Akira baru
persiapan untuk kuliah di Amerika. Aku bingung, Okaasan. Gimana caranya agar
aku ehm...” kata-kataku terputus saat Okaasan menyela,
“Menyatakan perasaanmu?” Okaasan
berkata dengan lembut. Dan aku pun menjawab, “Iya.”
“Akane,” Okaasan kembali berkata, “5
tahun bukan waktu yang sebentar. Dan sudah selama itu kamu mengenali Akira.
Okaasan juga bisa melihat bagaimana dia memperlakukanmu dengan baik. Otoosan
pernah bilang, ‘Aku senang karena Akane bisa jadi lebih dewasa sejak bersahabat
dengan Akira’.”
Aku tercengang, dan berhenti membuat
adonan dago. “Apa itu benar,
Okaasan?”. Okaasan pun mengangguk dengan yakin.
“Nyatakan perasaanmu, Akane. Kami
mendukungmu,” kata beliau.
-*-
Wataru pulang dari Osaka keesokan
harinya. Dia hanya nyengir saat mendengar Okaasan mengomel tentang dago yang basi itu.
“Kan aku sudah bilang, Okaasaannnn~”
katanya sambil memakan dago yang kami
buat kemarin.
Otoosan meringis. “Biasa lah, Wataru.
Okaasan kan banyak pikiran hehehe...” katanya.
“Tuh kan, Otoosan malah ikutan nge-bully Okaasan -.-“ Okaasan mengeluh. Aku
cuma bisa ketawa melihat mereka ngobrol.
Setelah makan malam, aku dan Wataru
mengobrol di ruang baca di dekat kamar kami.
“Kak, aku bingung. Galau,” kataku.
Wataru nyengir saat mendengar aku berkata begitu.
“Pasti tentang Akira ya. Kenapa memangnya?”
tanyanya.
Aku mendesah. “Sebentar lagi Akira-kun
ke Amerika, mau studi lanjut di sana selama 2 tahun. Aku nggak mau kalau
ditinggal sebegitu lamanya, Kak,” jawabku.
“Hmm.. kamu belum pernah bilang ke dia
tentang perasaanmu?” tanya Wataru lagi. Aku menggeleng. Dia menepuk-nepuk
tanganku.
“Mending kamu bilang secara langsung
deh, Akane. Kalau selama 5 tahun lebih hubungan kalian menggantung kaya’ gini,
yahh.. orang bisa salah mengerti nanti. Akira berangkatnya kapan?” katanya.
Aku berpikir sejenak. “Hm.. 2 minggu
lagi,” jawabku. Lalu tersadar bahwa 2 minggu itu bisa berjalan dengan begitu
cepat.
“5 tahun itu lama lho. Kamu harus
bersyukur karena dia telah menunggumu selama itu. Jangan buat dia menunggu
lagi, Akane,” Wataru berkata sambil tersenyum.
Aku terdiam beberapa saat, mencoba
mencerna kata-kata Wataru. Lalu aku berkata, “Oke. Doakan aku ya.”
-*-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar